JAKARTA(BangsaOnline) Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, meminta Pemerintah RI, bersikap hati-hati terhadap kunjungan delegasi Hamas ke pertemuan dengan anggota DPR RI pada Jumat, 28 November 2014. Tujuan dari kunjungan mereka saat itu, yakni meminta dukungan untuk mendirikan kantor perwakilan di Jakarta.
Dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews pada Senin, 1 Desember 2014, mantan Dekan Fakultas Hukum itu berharap Pemerintah Indonesia tidak langsung memberikan dukungan begitu saja terhadap rencana itu. Menurut Hikmahanto, ada tiga hal yang patut untuk diperhatikan pemerintah.
BACA JUGA:
- Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh Dibunuh di Teheran, Pelakunya Diduga Agen Israel
- Pertemuan 5 Kader NU dengan Presiden Israel, Nawawi: Karena Gus Yahya Mencontohkan Hal yang Sama
- PUI Kediri Raya Serahkan Donasi Rp37 Juta untuk Palestina
- Khofifah Ajak Kampus dan Pesantren di Jatim Beri Beasiswa Pendidikan untuk Anak-Anak Palestina
"Pertama, apakah kantor perwakilan Hamas akan menjadi kantor perwakilan Palestina?," tanya dia.
Sebab, kata Hikmahanto, RI telah lama mengakui Palestina sebagai negara yang dideklarasikan pada 16 November 1988 di Aljazair. Pengakuan itu, lanjutnya, diwujudkan dalam Joint Communique dimulainya hubungan diplomatik antara RI dengan Palestina pada tingkat Kedutaan Besar pada 19 November 1989.
"Kedua, di Palestina, terdapat dua faksi kuat yaitu Fatah dan Hamas. Kedua faksi ini, memiliki perbedaan yang signifikan terkait Negara Palestina merdeka," ujar Guru Besar UI itu.
Bagi Fatah, ungkap Hikmahanto, mereka bisa menerima kenyataan Israel sebagai sebuah negara yang berdampingan dengan Palestina. Namun, Hamas justru mengambil sikap yang berseberangan.
"Mereka akan selalu memperjuangkan untuk tidak akan mengakui Negara Israel demi kemerdekaan Palestina," kata dia.
Hikmanto mengingatkan agar Indonesia tidak perlu ikut terlibat dalam perpecahan internal di Palestina. Yang perlu wajib didukung, kata dia, yakni kemerdekaan Palestina.
"Tetapi, Indonesia tidak perlu sampai harus berada di dalam pusaran perpecahan internal Palestina," imbuh dia.
Hal ketiga yang perlu diperhatikan yaitu, Indonesia perlu berkonsultasi kepada pemerintah resmi Palestina di Jakarta, termasuk dengan Duta Besar Palestina.
Klik Berita Selanjutnya