​Di Bojonegoro, Said Aqil Ajak Mahasiswa Waspadai Paham Radikalisme

​Di Bojonegoro, Said Aqil Ajak Mahasiswa Waspadai Paham Radikalisme Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj saat memberikan materi tentang radkalisme.

BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Siradj menyebut jika paham Islam berkembang secara masif di Indonesia. Paham itu sangat berpotensi mengancam ideologi Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.

mengatakan, paham Islam selain masuk di perguruan tinggi, akhir-akhir ini perkembangannya juga sudah masuk di wilayah militer.

Baca Juga: Polda Jatim Kolaborasi dengan Ponpes Wali Barokah Bentengi Santri dari Pengaruh Radikalisme

"Jika hal itu dibiarkan, bisa memicu pemikiran ekslusif yang memunculkan sikap intoleran. Dan bisa berkembang menjadi sikap radikal," ujar Siradj saat menjadi pemateri di acara Seminar Nasional bertema Islam Nusantara, Solusi , yang diselenggarakan Institut Agama Islam (IAI) dan Universitas Nadhlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro, Rabu (11/12/2019) petang.

Bahkan, menurut anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila itu, masuknya paham radikalisme kebanyakan sudah masuk di level keempat atau tingkatan yang paling berbahaya. Level kesatu, kata dia, baru doktrin, level kedua mulai di doktrin radikal, ketiga mulai ekstrie.

"Dan level keempat mulai ngebom. Kebanyakan level empat mulai menolak," kata .

Baca Juga: Densus 88 Gelar Sosialisasi Kebangsaan di Lamongan

Menurutnya, untuk menangkal masuknya paham radikalisme ini, perlu adanya Islam Nusantara. Gerakan Islam yang menghormati kebudayaan masing-masing yang menjadi dasar. Islam yang bukan hanya teologi sosial dan ibadah saja, tetapi Islam yang memiliki misi kepada Tuhan, misi nasionalisme, dan misi kemanusiaan.

Banyak negara berkonflik dan tidak berkesudahan seperti di Timur Tengah ini, menurut , pada dasarnya karena belum harmonis antara agama dan kebudayaannya. Ketika ada budaya datang, larut sehingga ada yang menerima dan ada yang menolak dengan cara radikal.

"Kita punya sikap yang moderat dan tidak kagetan, budaya barat asalkan tidak mengganggu budaya kita, kita terima. Jadi Islam Nusantara itu harmonis dengan budaya," terangnya.

Baca Juga: Ghibah Politik Ramadhan: Menyoal PBNU tentang Politik Dinasti dan Misi Gus Dur

Sementara, Akademisi, Kolumnis dan Penulis Buku yang juga menjadi pemateri dalam kegiatan tersebut, Mundzar Fahman mengatakan, radikalisme adalah tolak pemikiran yang inginnya melakukan perubahan secara mendasar dan menyeluruh.

"Jika perlu menggunakan kekerasan untuk memenuhi tujuan tersebut," ungkapnya.

Gerakan-gerakan radikalisme ini, mulai banyak disebarkan, mulai dari kajian-kajian maupun melalui media sosial. Menurut Dewan Pakar Aswaja Center NU Bojonegoro, Agus Sholahudin, hari ini banyak aktor yang sengaja menciptakan berita hoaks untuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap pemerintahan yang sah.

Baca Juga: Cegah Ajaran Radikalisme Melalui Medsos, Polresta Sidoarjo Perkuat Barisan Netizen

"Hal itu jangan sampai dianggap remeh. Ideologi Aswaja ala NU ini yang mungkin tidak bisa dimanfaatkan ideologi ekstrem para pelaku untuk aksi radikalisme," tegasnya kepada ribuan mahasiswa yang mengikuti Seminar Nasional di Gedung Serba Guna, Bojonegoro. (nur/ian)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Khilafah Proyek Politik Inggris? Ini Alasan Hizbut Tahrir Bolehkan Cium Cewek Bukan Muhrim':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO