Tafsir Al-Isra' 78: Kurang Baik, Ngimami Shalat Shubuh Baca "Qul Hu"

Tafsir Al-Isra Ilustrasi

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

78. Aqimi alshshalaata liduluuki alsysyamsi ilaa ghasaqi allayli waqur-aana alfajri inna qur-aana alfajri kaana masyhuudaan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Laksanakanlah salat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula salat) Subuh. Sungguh, salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).

TAFSIR AKTUAL

Dua tafsiran di atas tidaklah kontradiktif, melainkan saling melengkapi. Para ulama' kemudian mengompromikan dua tafsiran ini menjadi satu kesatuan ibadah yang bagus. Yakni pada shalat shubuh, setelah baca al-fatihah disunnahkan membaca al-qur'an panjang, baik surah atau ayat.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Itulah yang dimaksud "min sunan al-mursalin, thul al-qira'ah". Tradisi nabi-nabi terdahulu yang kemudian dilanjutkan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, tabi'in, dan al-salaf al-shalih membaca ayat-ayat atau surah panjang ketika menjadi imam shalat shubuh.

Soal shalatnya nabi-nabi terdahulu, yang jelas mereka shalat dan memerintahkan keluarga dan kaumnya shalat. Maryam:54-55 menuturkan bahwa nabi Isma'il A.S. berbuat begitu. Begitu pula Maryam: 31 menuturkan bahwa nabi Isa ibn Maryam A.S. diperintahkan shalat, bukan menyanyi dengan iringan musik.

Perkara bacaannya tentu kondisional. Yakni bacaan firman suci sesuai era masing-masing. Dan era nabi kita adalah Al-Qur'an. Oleh karena itu, seorang imam shalat shubuh setelah membaca al-fatihah janganlah membaca surat pendek, apalagi super pendek seperti Al-Kafirun, Al-Ikhlas, dan sebangsanya. Selain shubuh, silakan. Bahkan ada yang fanatik membaca dua surat tersebut ketika shalat maghrib. Gak ganti-ganti. Pokoknya maghrib, ya Qul Ya dan Qul Huw. Katanya ada hadisnya, dan dia memedomani apa adanya. Monggo..

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Untuk Shubuh, ini bukan masalah sah dan tidak sah, melainkan masalah untung dan rugi. Perkara sah, sudah pasti sah, tapi rugi. Mumpung disaksikan banyak malaikat, maka sayang sekali jika hanya ayat pendek yang dibaca. Banyaknya huruf-huruf Al-Qur'an yang dibaca dan disaksikan malaikat, kemudian diunggah ke hadirat Allah SWT tentu menambah kebajikan dari bacaan Al-Qur'an tersebut.

Untuk itu, sebaiknya jama'ah shubuh jangan terlalu awal waktu. Adzan, sebentar langsung iqamah. Hendaknya diundur sedikit, kira-kira lima belas sampai dua puluh menit setelah adzan. Hal ini untuk memberi kesempatan kepada teman-teman yang karena sesuatu hal terlambat datang ke masjid.

Alasan kedua, karena agama memberi perhargaan lebih pada shalat sunnah dua rakaat qabliyah (sebelum) shubuh, yang oleh al-Hadis diistilahkan "rak'ata al-fajr". Dilakukan setelah masuk waktu shubuh, sebelum melakukan shalat wardlu shubuh. Pahalanya besar dan fadilahnya digambarkan lebih bagus ketimbang dunia seisinya. Shalat sunnah ini dilakukan sedang-sedang saja, tidak berlama-lama.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Dalam madzhab Hanafi ada pendapat yang menunjuk waktu afdlal shalat shubuh malah agak akhir, ishfirar, ramyang-ramyang, langit menguning pertanda matahari siap-siap mulai terbit. Mungkin karena lebih mengakomodir jamaah yang agak terlambat bangun pagi. Pendapat ini kurang populer, meskipun ada juga yang mengamalkan.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO