​Beli Dua Peti Jenazah Rp 2,6 Juta, Derita Warga Gubeng yang Kehilangan 4 Anggota Keluarga

​Beli Dua Peti Jenazah Rp 2,6 Juta, Derita Warga Gubeng yang Kehilangan 4 Anggota Keluarga Ilustrasi

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Perempuan muda berkulit putih berinisial D itu benar-benar terpukul. Warga Gubeng Kertajaya IX G Surabaya itu bukan hanya kehilangan empat anggota keluarganya. Tapi juga harus banyak mengeluarkan uang karena kematian papa, mama, kakak kandung, dan keponakannya. Padahal D sendiri sekarang sedang menjalani isolasi mandiri.

Kepada BANGSAONLINE.COM, ia bercerita untuk membeli peti jenazah papanya saja sebesar Rp 1.300.000. Lalu beli peti jenazah mamanya juga Rp 1.300.000. Jadi total Rp 2.600.000. 

Selain itu juga membayar sewa mobil ambulans Rp 500 ribu, dan dua orang pengantar jenazah masing-masing Rp 200.000.

Membeli peti jenazah kepada siapa? “Kepada vendor,” tutur perempuan berusia 28 itu kepada BANGSAONLINE.COM, Jumat (5/6/2020). Karena rumah sakit, tempat mama dan papanya dirawat tak menyediakan peti mati.

Untung papa dan mamanya ikut asuransi, sehingga semua biaya perawatan selama beberapa hari sebelum meninggal di rumah sakit di-cover pihak asuransi. Menurut dia, seandainya tak punya asuransi, maka biaya dokter, obat, dan lainnya harus bayar sendiri.

Ia mengaku tak paham apa karena mama dan papanya berstatus PDP dan reaktif saat di-rapid test, sehingga semuanya harus bayar sendiri.

Ia juga mengeluhkan penanganan jenazah papa dan mamanya. Menurut dia, papanya meninggal pada pukul 8 pagi, tapi baru ditangani pukul 14.00 WIB. Begitu juga mamanya yang meninggal pada pukul 14.00. Baru ditangani maghrib.

Berbeda dengan mama dan papanya, kakak kandungnya yang meninggal dalam kondisi hamil 8 bulan bebas biaya. Begitu juga anaknya yang meninggal lebih dulu tak dikenakan biaya.

Menurut dia, hasil swab test corona kakak kandungnya memang positif. Menurut dia, bayinya meninggal lebih dulu. Lalu oleh dokter diambil tindakan operasi. Namun beberapa jam kemudian, ternyata ibunya juga meninggal. 

D sendiri sekarang sedang isolasi diri. Saat diwawancarai BANGSAONLINE.COM, ia mengaku baru saja menjalani swab test corona di Rumah Sakit dr. Soetomo Surabaya.

(Karangan bunga dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. foto: ist)

Kenapa di RS dr Soetomo? Menurut dia, sekarang dirinya sudah ditangani pihak Pemprov Jawa Timur. Menurut dia, penanganan petugas dari Pemprov Jatim lebih cepat ketimbang petugas dari Pemkot Surabaya selama ini. Bahkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawasan sempat mengirim karangan bunga bagi keluarga D.

Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com (4/6/2020), perempuan berinisial D, warga Gubeng Kertajaya IX G kehilangan empat anggota keluarganya, yaitu mama, papa, kakak kandung, dan keponakannya. Mereka diguga terpapar cocid-19. 

Perempuan bergelar sarjana itu menceritakan secara detail kronologi meninggalnya empat anggota keluarganya tersebut. Berawal dari gejala demam, batuk, dan flu yang dialami kakak perempuannya. Kebetulan kakaknya sedang hamil 8 bulan.

"Sebelumnya sudah pernah periksa ke RS PHC dan rapid test di Pura Raharja, tapi hasilnya negatif. Akhirnya pulang dan menjalani perawatan di rumah," ujarnya. Saat menjalani perawatan di rumah itulah, kondisi kakaknya memburuk, hingga kemudian harus kembali perawatan di rumah sakit, tepatnya pada Rabu (27/5) lalu.

Saat di rumah sakit, kondisi kakaknya tidak menunjukkan tanda-tanda membaik. "Di PHC kakak saya gagal napas, sempat dipasang ventilator. Setelah dicek, ternyata detak jantung bayi sudah gak ada," katanya.

"Besoknya, Jumat (29/5), giliran papa dan mama saya yang masuk rumah sakit. Papa tiba-tiba hilang kesadaran dan mengalami diare, sedangkan mama mengalami meriang, batuk, dan sesak napas," ceritanya.

Sehari menjalani perawatan di rumah sakit, ayahnya justru meninggal, pada Sabtu (30/5). "Sempat di-rapid test hasilnya reaktif, tapi belum di-swab, sehingga meninggalnya dengan status PDP," terangnya.

Tak lama setelah ayahnya, giliran kakaknya yang meninggal, tepatnya Minggu (31/5) dini hari. "Meninggalnya pukul 02.00 WIB. Tapi kakak saya sudah sempat menjalani tes swab. Swab test pun keluarga gak tau. Tiba-tiba beberapa hari kemudian mendapat telepon dari puskesmas, kalau hasil swab kakak saya positif," kata D.

"Jadi pas Puskesmas Mojo ngabari kakakku positif, itu petugas sambil minta data semua KK serumah. Katanya mau dijadwalkan swab. Tapi sampai sekarang gak ada rapid test, swab juga secara mandiri," tambahnya.

Namun duka bagi D tidak berhenti di situ. Dua hari kemudian, Selasa (2/6) sore kemarin, giliran mamanya yang meninggal. Sama seperti papanya, sang mama juga belum sempat dites swab, meski sempat menjalani rapid test dengan hasil reaktif. "Jadwal swab dari pihak rumah sakit sebenarnya tanggal 2, tapi sampai mama meninggal sore hari belum sempat dilakukan swab. Harusnya pada hari itu jadwal swab-nya, sudah bayar administrasi juga," ujarnya.

Terkait musibah yang dialami keluarganya ini, dia meminta agar masyarakat tak mudah menghakimi, serta tidak mudah menyebarkan pesan yang belum tentu kebenarannya. Apalagi, menyangkut kondisi keluarga seseorang. "Saya lagi berduka, tapi malah ada kabar seperti itu, menyebutkan bahwa keluarga saya seluruhnya positif ," pungkasnya. 

Berita ini menjadi viral. Pemkot Surabaya pun langsung melakukan rapid test serentak sepanjang gang Gubeng Kertajaya IX. Setidaknya 69 warga dirapid test.

Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Surabaya M Fikser di Balai Kota Surabaya, Kamis (4/6/2020) mengatakan bahwa hasil rapid test-nya 5 warga reaktif. Menurut dia, saat ini ada yang sudah dibawa ke hotel, dan ada yang diisolasi di rumah. Ia juga menegaskan bahwa kawasan Gubeng Kertajaya itu menjadi prioritas. (tim)  

Lihat juga video 'Detik-Detik Warga Desa Lokki Maluku Nekat Rebut Peti Jenazah Covid-19':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO