Dikatakan oleh Yuli, keberadaan Pendopo Panjalu Jayati ini cukup menarik, karena arah hadapnya yang berbeda dengan pendapa-pendapa kota/kabupaten tradisional lainnya di Jawa. Meskipun menganut simbolis yang sama, bangunan Pendopo Panjalu Jayati ini menghadap ke barat. Sedang pendopo di daerah lain rata-rata memiliki arah hadap ke selatan.
Yuli mengungkapkan, pendopo dalam bahasa Jawa berasal dari kata "mandhapa", yakni bangunan terbuka tempat sang pemimpin turun untuk menemui rakyatnya. Bangunan Pendopo Panjalu Jayati ini berbentuk tajuk (bangunan dengan atap menyatu pada satu titik), ditopang dengan empat saka guru dengan kontruksi tumpangsari.
"Di sisi timur pendopo terdapat rumah dinas Bupati Kediri yang bersambung dengan pendopo. Bangunan ini memiliki gaya 'Indische Empire' yang populer sekitar tahun 1800-1915-an. Rumah dinas Bupati Kediri ini juga sering disebut Pringgitan," terang Yuli.
Ditambahkan oleh Yuli, ciri-ciri umum gaya arsitektur Indische Empire adalah tidak bertingkat, atap perisai, berkesan monumental, halamannya sangat luas, masa bangunannya terbagi atas bangunan pokok/induk dan bangunan penunjang yang dihubungkan oleh serambi atau gerbang, denah simetris, serambi muka dan belakang terbuka dilengkapi taman.
Masih menurut Yuli, berdasarkan cacatan sejarah, gaya kolonial (Dutch Colonial) adalah gaya desain yang cukup populer di Belanda (Netherland) tahun 1624-1820. Gaya desain ini timbul dari keinginan dan usaha orang Eropa untuk menciptakan daerah jajahan seperti negara asal mereka.
"Gaya arsitektur kolonial di Indonesia dalam perkembangannya terbagi menjadi tiga yaitu; Indische Empire style (Abad 18-19); Arsitektur Transisi (1890-1915), dan Arsitektur Kolonial modern (1915-1940). Sedang bangunan rumah dinas bupati atau sering disebut 'pringgitan' yang merupakan bangunan tak terpisahkan dari Pendopo Panjalu Jayati bergaya arsitektur Indische Empire," tutup Yuli.(uji).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News