​Ikan Lokal di Jawa Timur Mulai Terancam Punah

​Ikan Lokal di Jawa Timur Mulai Terancam Punah Bima Nuryawan, Aktivis Wild Water Indonesia (WWI) Regional Kediri. foto: ist.

KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Ada sejumlah -lokal" rel="tag"> lokal di Jawa Timur yang saat ini mulai terancam punah. Antara lain tawes, wader cakul, wader pari, bader, muraganting, sengkaring, bethik, nilem, dan baung.

Banyak faktor penyebab berkurangnya populasi -lokal" rel="tag"> lokal tersebut, antara lain eksploitasi sumber daya di perairan umum secara berlebihan, penggunaan alat tangkap berbahaya (setrum, bom, racun ), pencemaran air dan kerusakan lingkungan, serta hadirnya impor yang bersifat invasif dan predator.

Contoh impor invasif yang mengancam keberadaan -lokal" rel="tag"> lokal di Jawa Timur, antara lain nila, lele dumbo, patin, bawal, sepat, guppy, sapu-sapu. Sedangkan contoh predator antara lain arapaima, alligator, gabus, dan oscar.

Hal tersebut disampa Sa'adah dari Dinas Kelautan dan Peran Provinsi Jawa Timur saat acara sosialisasi pelestarian -lokal" rel="tag"> lokal Jawa Timur dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya kelestarian sumber daya -lokal" rel="tag"> lokal di Jawa Timur, di Sumber Jambangan, Desa Tawang, Kecamatan Wates Kabupaten Kediri, Rabu (31/3) lalu.

Menurut Sa'adah, berdasarkan hasil penelitian dari Risjani et al pada tahun 1998, telah ditemukan 50 jenis -lokal" rel="tag"> lokal di DAS Brantas. Namun, berdasarkan hasil Sensus Ikan oleh Biro Administrasi SDI Sekda Provinsi Jawa Timur tahun 2011 - 2012, hanya ditemukan 12 jenis -lokal" rel="tag"> lokal.

"Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan -lokal" rel="tag"> lokal di Jawa Timur benar-benar terancam punah," ujar Sa'adah.

Sementara itu Bima Nuryawan, Aktivis Wild Water Indonesia (WWI) Regional Kediri menjelaskan bahwa ancaman terhadap kelestarian -lokal" rel="tag"> lokal adalah nyata dan perlu dikendal bersama-sama. Menurut Bima, peran serta aktivis lingkungan di dalam mengedukasi masyarakat dan instansi-instansi serta lembaga pemerintah dan swasta, sangat diperlukan.

"Dengan edukasi tersebut, agar mereka memahami bahwa ada aturan yang melarang melakukan penebaran impor, invasif, dan predator karena bisa mengancam kelestarian -lokal" rel="tag"> lokal," kata Bima, Jumat (2/4).

Bima mengakui penebaran yang dilakukan masyarakat, lembaga, serta instansi pemerintah dan swasta bertujuan baik. Hanya saja, kata dia, jenisnya sebenarnya sangat berbahaya bagi kelestarian -lokal" rel="tag"> lokal.

Karena itu, ia menegaskan perlunya penyamaan persepsi antara para aktivis dan instansi pemerintah dan swasta agar tidak terjadi kesalahan lagi dalam penebaran bibit di perairan umum.

Menurut Bima, ancaman terhadap kelestarian -lokal" rel="tag"> lokal juga datang dari anggota masyarakat yang masih suka membuang sampah sembarangan di sungai, menangkap dengan cara yang tidak ramah lingkungan, dan adanya pembangunan serta alih fungsi kawasan perairan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

"Diperlukan langkah strategis dari pemerintah daerah dan pemerintah desa untuk menerbitkan aturan hukum yang mengatur tentang perlindungan kawasan perairan," katanya.

"Dengan adanya sinergi yang baik antara unsur pemerintah, masyarakat, dan aktivis lingkungan serta dengan adanya aturan hukum yang jelas, maka diharapkan upaya perlindungan spesies -lokal" rel="tag"> lokal ini akan berhasil. Demi masa depan lingkungan perairan Indonesia yang lebih baik," pungkas Bima. (uji/ian)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO