Akrab dengan Reyog Ponorogo, Kanit Laka Polresta Sidoarjo: Tangan dan Kaki Saya Menari Tanpa Sadar

Akrab dengan Reyog Ponorogo, Kanit Laka Polresta Sidoarjo: Tangan dan Kaki Saya Menari Tanpa Sadar Kanit Laka Polresta Sidoarjo AKP Sugeng Sulistiyo saat menjalani tugas memerankan sosok Mbah Bejo.

SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Masih ingat sosok Mbah Bejo yang dperankan oleh Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas (Kanit Laka) , AKP Sugeng Sulistiyono?

Mbah Bejo merupakan ikon yang dipakai dalam menyosialisasikan protokol kesehatan Covid-19 di Kabupaten Sidoarjo yang selalu mengundang perhatian masyarakat dalam setiap aksinya itu.

Dengan berpakaian ala seorang ksatria jawa kuno yang sakti madraguna, ia mempunyai senjata pamungkas 5M. Pakaian yang dikenakannya pun identik dengan yang dipakai oleh seorang seniman Ponorogo.

Bukan suatu kebetulan AKP Sugeng memilih pakaian khas Ponorogo tersebut. Belakangan diketahui, AKP Sugeng sangatlah akrab dengan asli asal Kabupaten Ponorogo itu. Bagaimana kisahnya?

Kanit Laka AKP Sugeng Sulistiyono mengungkapkan sudah sejak lama mencintai budaya lokal Ponorogo tersebut, tepatnya sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD).

Menariknya, seorang perwira polisi angkatan 2010 ini mengaku juga tidak bisa membiarkan tubuhnya diam saat mendengar alunan musik khas pengiring reyog.

"Rasanya ingin menari, itu murni. Tangan dan kaki menari seperti tanpa sadar. Rasa-rasanya sudah mendarah daging dengan reyog," cetusnya. Kamis (29/4/2021).

Pria kelahiran Kecamatan Kebonsari, Madiun, 17 Juni 1971, dan yang kini dikarunia tiga anak yaitu, Bripda Esthy Prabawati, anggota di Polres Jombang, Bripda M. Firmansyah Akbar berdinas di , dan Zahara Kamila Husnah ini menceritakan awal mula dirinya mencintai budaya reyog.

Saat itu, disadari Sugeng, bakat memainkan reyog dirasakannya saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), sekitar 1985, yang saat itu dirinya menginjak kelas 6 SD.

Terlebih, Sugeng merupakan keturunan keluarga pecinta Ponorogo. Ayahnya Toemiran, bersama kakeknya, Eyang Kertoyadi sudah lama memiliki alat musik pengiring reyog. Mulai dari alat musiknya, termasuk dadak meraknya, atau topeng yang biasa digunakan untuk tarian reyog.

"Saya bisa karena sering melihat kru paguyuban reyog, ayah dan kakek saya sedang latihan. Karena senang, dan saya cinta seni itu saya belajar. Dan akhirnya bisa menjadi Penari Bujang Ganong," terangnya.

(Kanit Laka AKP Sugeng Sulistyo bersama istri dan ketiga anaknya)

Tampil di Depan Presiden Soeharto

Seiring berjalannya waktu, suami Ny. Sri Wahyuni ini terus belajar mendalami reyog, khususnya menjadi Penari Bujang Ganong sampai mahir.

Bahkan, Sugeng mengaku sempat merasa aneh dengan dirinya sendiri. Sebab, terkadang tanpa disadarinya, Sugeng mampu menciptakan model tarian sendiri.

"Banyak sekali model tariannya seperti, tarian model jeblak, colok, dan lainnya. Tapi anehnya, itu saya merasa ingin melakukan model tarian sendiri," jlentrehnya.

"Model tarian bumi dan langit dijadikan satu kekuatan ini modelnya tangan menapak bumi dan kepala menengadah ke langit, muncul saja seperti naluri dalam diri saya. Bahkan, terkadang bukan saya yang mengikuti alunan musik, tapi malah sebaliknya, saya dikejar kendang," urainya.

Namun, untuk bisa terus mencintai budaya reyog khas daerah Ponorogo, Sugeng juga tidak lepas dari suatu perjuangan.

Ia sempat ditentang oleh orangtuanya sendiri. Sugeng diminta agar fokus mengemban pendidikan di jenjang SMA.

Meskipun, keahliannya dalam memainkan tarian Bujang Ganong hingga sering diundang untuk tampil di sebuah acara hajatan seperti khitanan, pernikahan, dan lainya itu harus sementara waktu ditinggalkannya.

Sugeng menambahkan, selain perjuangan dan kecintaanya terhadap reyog juga memberinya kenangan yang berkesan.

Saat itu, ia bersama salah satu teman sekolahnya di SMP 1, Dolopo yaitu, Reni terpilih mewakili sekolah menampilkan reyog di acara kebudayaan tingkat nasional. Dan disaksikan secara langsung oleh Presiden Soeharto sekitar tahun 1986.

"Saat itu, tampil di acara Pramuka tingkat nasional, dan dalam kegiatan perkemahan di Cibubur itu, setiap peserta diminta panitia untuk menampilkan seni khas kebudayaannya masing-masing. Di situ saya tampilkan Tarian Bujang Ganong, Kesenian Ponorogo," kenangnya.

"Alhamdulillah, selama saya bisa memainkan Tarian Bujang Ganong, selain saya bersyukur bisa ikut melestarikan budaya, juga banyak hal yang telah didapatkan dari itu. Oleh itu, jika diberikan kesempatan, ingin sekali mendirikan Paguyuban Kesenian , bersama teman-teman kepolisian di sini," pungkasnya. (cat/ian)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO