Soal Penolakan Pembangunan Gereja di Lakarsantri, ini Klarifikasi Warga

Soal Penolakan Pembangunan Gereja di Lakarsantri, ini Klarifikasi Warga Iwan Setiono, Juru Bicara Forum Perjuangan Islam Lakarsantri.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Media sosial digegerkan dengan penolakan pembangunan sebuah Gereja Kristen Indonesia () di wilayah oleh warga sekitar. Bahkan, warga membubuhkan tanda tangan menolak pendirian rumah ibadah tersebut. Lantas seperti apa cerita sebenarnya dari sisi warga?

Juru Bicara Forum Perjuangan Islam , Iwan Setiono, menceritakan kronologinya secara lengkap kepada HARIAN BANGSA. Ia mengatakan, penolakan pembangunan gereja di wilayah merupakan kesepakatan yang sudah terjadi sejak tahun 2011 lalu.

Menurutnya, secara sosial, warga setempat tidak ada masalah dengan saudara beda agama. Warga menilai, pembangunan gereja tersebut memang tak dibutuhkan oleh masyarakat .

Iwan yang merupakan Wakil Sekretaris DPD DMI Kota itu mengatakan, pihak pengurus gereja pada tahun 2011 lalu sudah pernah mengajukan permohonan pembangunan gereja di wilayah itu.

"Namun warga menolak karena memang gereja di wilayah itu tidak dibutuhkan oleh warga . Karena warga mutlak beragama Islam dan di wilayah Kelurahan sudah ada 2 gereja," ungkapnya.

"Selain itu, gereja tersebut memasuki wilayah RT 5 RW 1 Kelurahan , bahkan posisinya mepet permukiman warga dan makam Islam serata 2 mushola. Di sisi lain, warga ini kan mayoritas muslim. secara otomatis tidak ada manfaat bagi warga,”"kata Iwan.

Mengacu kesepakatan tahun 2011 yang dihadiri muspika, tokoh masyarakat, tokoh agama, , dan PT , muncul kesepakatan bahwa gereja itu tak akan dibangun di lokasi tersebut dan pihak PT siap mencarikan lahan pengganti.

“Jadi sebenarnya, urusan penolakan pembangunan itu sudah clear sejak tahun 2011. Persoalannya hari ini, urusan sudah menjadi tanggung jawab PT , yang saat itu sepakat akan mencarikan wilayah yang lebih memungkinkan,” katanya.

Usut punya usut, lanjut Iwan, penolakan warga di tahun 2011 itu disebabkan oleh permohonan pembangunan yang transaksional. Tak ada informasi secara terbuka kepada pengurus RT atau RW.

"Tiba-tiba beberapa masyarakat dimintai KTP dan diberi uang senilai Rp 1 juta untuk tanda tangan persetujuan pembangunan . Oknum masyarakat yang bukan pengurus dan gelap mata itu menerima saja pemberian uang tersebut dan menyerahkan KTP," katanya.

Setelah hal itu ditemukan oleh pengurus RT RW, akhirnya persetujuan itu diusut dan ditinjau kebenarannya.

Karena dilakukan secara transaksional dan tak terbuka kepada pengurus RT RW, maka persetujuan pembangunan itu dicabut. Warga akhirnya menolak pembangunan di wilayah mereka. Penolakan itu juga sudah disepakati oleh berbagai pihak, termasuk dan PT .

“Jadi ini sebenarnya kasus lama yang sudah selesai dan telah disepakati bersama dalam resume rapat tanggal 6 Oktober tahun 2011. Saya bingung, ini kenapa dibuka dan dipolitisasi oleh politikus yang tidak tahu fakta dan sejarahnya. Kami warga ini punya bukti tertulis hasil resume rapat dengan Bakesbanglinmas Muspika, PT , dan masalah itu. Kok, sekarang politisi ini koar-koar seakan mereka paling tahu dan benar,” katanya.

Selain itu, menurut Iwan, persoalan ini kembali muncul karena ada oknum LPMK yang tak bertanggung jawab, yang melakukan konsolidasi dengan  terkait pembangunan tersebut. Ia mengatakan, oknum itu bergerak sendiri tanpa ada koordinasi dengan pengurus RT setempat.

"Karena ‘kerjaan’ oknum itu dan membuat ramai, kemudian FPIL (Forum Perjuangan Islam ) mengirimkan surat ke Bakesbangpol Kota terkait dengan pembangunan . Ternyata, surat balasan dari Bakesbangpol tertulis bahwasanya tak ada permohonan pembangunan Gereja oleh PT dan ," bebernya.

"Selain itu, di Perwali Kota nomor 58 tahun 2007 itu kan ada syarat-syarat pembangunan rumah ibadah, utamanya , itu juga tak terpenuhi oleh . Dan ditambah dengan surat jawaban dari Bakesbangpol yang menyampaikan bahwa sampai sekarang tak ada permohonan pembangunan . Maka dengan demikian urusan ini kita anggap sudah selesai antara warga dengan PT dan yang sudah usai sejak lama. Tidak usah dipolitisasi, jangan sok menjadi pahlawan kesiangan," katanya.

Ia juga menyayangkan, Forum Perjuangan Islam (FPIL) yang merupakan forum dari berbagai kalangan Islam di wilayah itu, malah dituduh berafiliasi dengan Front Pembela Islam (FPI) yang dilarang oleh pemerintah. Iwan menegaskan bahwa Forum Perjuangan Islam ini tak ada kaitannya dengan FPI ataupun Habib Rizieq.

“Masalah FPIL itu tidak ada hubungan dan afiliasi dengan FPI yang dibubarkan pemerintah atau bahkan sama Habib Rizieq. Lha wong isinya FPIL ini ada orang NU, Muhammadiyah, ada kelompok Banser, Ansor, Pemuda Muhammadiyah, dan Tokoh Islam di ,” tukasnya. (ian/rev)

Lihat juga video 'Mobil Angkot Terbakar di Jalan Panjang Jiwo, Sopir Luka Ringan':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO