Perajin Bata di Pacitan Kembang Kempis, Terhimpit Peraturan
Wartawan: Yuniardi Sutondo
Rabu, 07 Maret 2018 10:14 WIB
PACITAN, BANGSAONLINE.com – Di tengah himpitan ketatnya aturan terkait legalitas pertambangan, para pelaku home industri batu-bata merah di Pacitan semakin terjepit.
Mereka mengaku sangat kesulitan mencari pasir sebagai bahan campuran produksi material bangunan tersebut. Selain itu, dari sisi harga juga melangit.
BACA JUGA:
Keluarkan Rekom Tambang Rakyat Nonlogam, Langkah Bupati Pacitan Diapresiasi DPRD
Dituding Diskriminatif Soal Dispensasi Pertambangan, Ini Jawaban Pemkab Pacitan
Ratusan Pemohon Izin Tambang Pacitan Tunggu Kejelasan Nasib
Soal Izin Tambang, Konsorsium LSM dan Ormas di Pacitan Ancam Demo
Seperti diungkapkan Suprapto, perajin batu-bata merah asal Dusun Jambu, Desa Bangunsari, Kecamatan Pacitan. Sejak adanya pengetatan aturan soal izin tambang, banyak perajin boto di Pacitan kembang kempis mempertahankan usahanya.
"Selain sulit mencari pasir, harganya juga mahal. Kalau dulu satu rit pasir (setara 1.25 meter kubik) dijual seharga Rp 25.000. Tapi sekarang ini naik menjadi Rp 40.000. Itupun belum tentu barangnya ada," ungkap bapak dua anak ini, Rabu (7/3).
Di tengah himpitan situasi seperti itu, tak jarang para perajin batu-bata merah harus menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Namun juga masih ada perajin yang masih tetap bertahan melanjutkan usahanya. Meskipun dengan keuntungan tak sebanding.
"Sekarang ini, harga batu-bata merah per seribu biji berkisar Rp 700 ribuan. Sama sekali belum ada kenaikan harga. Padahal harga bahan bakunya naik, belum lagi dengan sulitnya mencari bahan baku dan campuran pasir. Disisi lain, pemesanan boto juga tak seramai dulu," beber Suprapto. (yun/dur)