Parpol Dikelola Keluarga, ​Rakyat Melemah, Oligarki Menguat, Pemilu 2024 Hadapi Ancaman Serius

Parpol Dikelola Keluarga, ​Rakyat Melemah, Oligarki Menguat, Pemilu 2024 Hadapi Ancaman Serius Fahri Hamzah. Foto: ist

"Kapan seorang pemilih itu dianggap berdaulat? Ya sejak awal proses pemilu sampai akhir dia memilih wakil rakyat atau presiden dan wakil presiden atau kepala daerah. Maka, sejak itulah suaranya dijaga oleh orang yang terpilih," tutupnya.

Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja menilai, pemilu ke-6 yang akan digelar pada 2024 akan menentukan arah demokrasi ke depan, apakah Indonesia sebagai negara demokrasi atau tidak, memperjuangkan aspirasi rakyat atau parpol.

"Karena itu, di pemilu ke-6 ini, , daulat partai politik dan daulat rakyat bisa dipertentangkan. Untuk menghukum partai politik ya tidak memilih partai politik tersebut, karena pemilu pada dasarnya memilih person (orang)," kata Bagja.

Sebagai penyelenggara pemilu, kata Bagja, Bawaslu dan KPU juga menjadi 'korban' dari daulat parpol dengan dievaluasi kinerjanya di parlemen melalui perwakilannya di fraksi. Padahal untuk melakukan evaluasi penyelenggaraan pemilu, bukannya hanya tugas parpol, tapi juga masyarakat.

"Bawaslu dan KPU terus melakukan sosialisasi agar memilih partai politik yang cerdas, karena pemilih cerdas rakyat berdaulat. Pertanyaannya, apakah partai politik sudah memberdayakan pemilihnya, ini harus dijawab partai politik," katanya.

(Rahmat Bagja)

Bagja berharap parpol saat ini meniru langkah Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah dalam upaya meningkatkan peran daulat rakyat. Upaya itu, agar keberadaan parpol dalam negara demokrasi sesuai dengan konstitusi dan UU Partai Politik.

“Ya, kalau turun ke lapangan ya turun benar-benar seperti yang dilakukan bang Fahri (Fahri Hamzah) tidak nitip-nitip semua timnya bergerak, karena beliau menyiapkan regenerasi. Kita melihat sekarang itu, tidak banyak meskipun sudah ada partai politik yang berusaha untuk memperbaiki diri," ungkapnya.

Namun, Bagja mengingatkan, selain persoalan daulat parpol dan daulat rakyat, ada juga persoalan yang penting untuk disikapi, yakni daulat media sosial ().

Sebab, perkembangan saat ini sudah pada taraf yang mengkhawatirkan, karena digunakan untuk menyebarkan informasi yang seakan-akan benar seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu.

"Di saat itu banyak isu surat suara tercoblos dan itu dibaca oleh teman-teman KPPS jadi tegang. Pas perhitungan lebih menegangkan dan kalau dibuat tegang terus, makanya kolaps karena usianya 50-60 tahun," ujarnya.

Bawaslu meminta perhatian semua pihak untuk menyikapi persoalan daulat serius, karena akan menentukan kualitas dan keberhasilan .

"Jadi yang perlu diperhatikan sekarang adalah jangan-jangan pemilu kita juga akan diambil alih oleh media sosial. Kita tidak bisa pastikan apakah itu suara rakyat atau suara buzzer, kita tidak mengerti. Tapi persoalan penting ke depan," katanya.

Direktur Research Trust Indonesia Ahmad Fadhli mengatakan, dalam mendatang, parpol perlu melepaskan diri dari pengaruh tokoh tertentu dan mulai membangun kepercayaan kepada publik melalui political produk dan political marketing.

(Ahmad Fadhli)

"Jika political produk dan political marketingnya bagus, maka akan diterima masyarakat. Karena itu, ini sangat penting untuk melepas pengaruh ketokohan dan mulai membangun kepercayaan kepada masyarakat," kata Fadhli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Demi Konten, Perempuan ini Ngevlog di Pantai Hingga Diterjang Ombak':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO