Namun keretakan Jokowi dan Mega sulit ditutupi. Media terbitan Singapura, The Straits Times, yang mengutip sumber internal PDIP memberitakan bahwa hubunan Jokowi dan Mega sudah retak. Menurut berita koran berbahasa Inggris itu. Jokowi dicuekin Mega soal calon wakil presiden yang akan disandingkan dengan Ganjar.
Jokowi, tulis The Straits Times, menyodorkan Sandiaga Uno dan Erick Thohir sebagai cawapres Ganjar. Tapi Mega mengabaikan usulan Jokowi itu. Mega bahkan tak suka karena menganggap Jokowi ikut campur urusan partai (PDIP).
Sandiaga Uno adalah menteri Pariwisata yang membantu memenangkan menantu Jokowi, Bobi Nasution, saat pemilihan walikota Medan. Sedang Erick Thohir adalah menteri BUMN yang keluarganya menjadi donatur utama kampanye kepresidenan Jokowi pada 2019.
Logikanya, kalau PDIP saja yang merupakan pengusung utama Jokowi dalam Pilpres sudah mengabaikan Jokowi, apalagi partai-partai lain yang secara ideologi tak punya keterikatan.
Jadi – seperti umumnya presiden pada masa akhir jabatannya – Jokowi juga dipastikan akan mengalami kesepian politik karena ditinggalkan orang-orang di sekitarnya, terutama para pimpinan atau ketua umum partai politik.
Alhasil, menjelang lengsernya Jokowi dari kursi presiden, para politisi itu justru sibuk mencari "cantolan baru" dan koalisi baru untuk mempertahankan dan memperpanjang kekuasaannya. Karena Jokowi dianggap sudah tamat atau selesai.
Jangankan Jokowi yang pada kepemimpinan periode kedua banyak menimbulkan kontroversi. Soeharto yang dikenal luas sebagai pemimpin Orde Baru sangat kuat dan berpengaruh karena berkuasa selama 32 tahun, banyak dikhianati oleh orang-orang kepercayaannya saat menjelang lengser.
Karena itu Jokowi harus ekstra waspada agar kepemimpinannya berakhir husnul khotimah (berakhir dengan baik), bukan suul khotimah (berakhir tidak baik). Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah segera bersikap dan tampil sebagai negarawan. Bukan politisi pragamatis yang meninggalkan jejak atau kebijakan negatif.
Terutama terkait calon penggantinya, baik presiden maupun wakil presiden. Tegasnya, Jokowi harus mengusung calon presiden dan calon wakil presiden yang benar-benar memikirkan nasib rakyat Indonesia, punya komitmen kuat terhadap Pancasila dan NKRI, bukan justru memperpanjang oligarki dan kepentingan sesaat, apalagi koruptif yang menyengsarakan bangsa Indonesia.
Ingat! Indonesia ke depan butuh strong leader, terutama dalam penegakan supremasi hukum dan pemberantasaan korupsi. Meminjam kredo Gus Dur: Indonesia tak akan hancur karena bencana atau perbedaan, tetapi karena moral bejat dan prilaku korupsi.
Maka pemberantasan korupsi menjadi keniscayaan untuk Indonesia tercinta.
Nah, kepempimpinan Jokowi akan husnul khotimah, jika berpijak pada kredo Gus Dur itu. Insyaallah. Wallahua’lam bisshawab.
M Mas’ud Adnan, alumnus Pesantren Tebuireng Jombang dan Pascasarjana Unair.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News