"Saya pernah mendapatkan oleh-oleh kripik ikan dari Singapura. Setelah saya tanya, ternyata bahan bakunya dari Indonesia. Ini membuat saya sakit hati karena harusnya kita juga bisa seperti mereka," ungkapnya.
Kondisi ini, lanjut Bu Min, harus menjadi target UMKM saat ini sehingga ketika produk olahan diekspor dapat memiliki nilai lebih saat di pasar internasional. Ia berharap, ekspor akan berkelanjutan dan tidak berhenti saat ini saja.
"Mudah-mudahan ini tidak menjadi yang pertama kali, tapi ini menjadi awal sebuah kegiatan yang memberikan kemanfaatan bagi semua orang, khususnya masyarakat di Randuboto," katanya.
Sementara itu, Kepala Seksi Kepatuhan Internal KPPBC Gresik, Darmansyah mengatakan, pendampingan ini telah dimulai sejak beberapa tahun lalu. Dimulai dengan program klinik ekspor yang diinisiasi oleh Kantor Bea dan Cukai sebagai pendamping UMKM.
"Sejak tahun 2020 kami punya kelas klinik ekspor. Ini sesuai dengan tusi kami sebagai pendamping ekspor UMKM dalam negeri. Kami mendidik dan mengajari bagaimana UMKM itu bisa mempunyai kemampuan ekspor," ujarnya.
Ia menyatakan, Kantor Bea dan Cukai Gresik juga dapat memfasilitasi UMKM dalam mencari buyer dari luar negeri, seperti Singapura, Hong Kong, dan lainnya.
Turut hadir, Sekretaris Daerah Gresik Achmad Washil Miftahul Rachman, Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Surabaya II, Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan M. Nadlelah, Forkopimcam Sidayu, Kepala Desa Randuboto Andhy Sulandra, dan pelaku UMKM dari UD. Sinarjaya. (hud/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News