PROBOLINGGO, BANGSAONLINE.com - Rencana penerapan sertifikat elektonik di Jawa Timur menjadi perhatian serius Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Timur.
Hal ini dibuktikan dengan gencarnya sosialisasi dan pelatihan soal penerapan sertifikat elektronik yang rencananya akan dilangsungkan di seluruh wilayah di Jawa Timur.
BACA JUGA:
- Kebut Layanan Sertifikat Tanah, Menteri ATR/BPN: Sudah Berjalan di 44 Kantor Pertanahan
- Kementerian ATR/BPN Gelar Pelatihan Kepemimpinan Administrator
- Berkat Program PTSL, Rumah Warga Malang Kini Bersertifikat Sejak 30 Tahun Didirikan
- Minimalisir Dampak Sosial, Dirjen PTPP Lekatkan Penilaian Tiap Kegiatan Pengadaan Tanah
Terbukti, ada 9 daerah yang sudah ditatar atau mulai diberikan sosialisasi dan pelatihan terkait penerbitan dokumen elektronik itu. Di antaranya yakni BPN Kabupaten Probolinggo, Jember, Ponorogo, Bondowoso, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Situbondo, dan Sidoarjo.
Adapun sosialisasi dan pelatihan penerbitan dokumen elektonik atau sertifikat elekronik itu dibuka langsung Kabid Penetapan Hak dan Pendaftaran Kanwil BPN Provinsi Jatim, Yannis Harryzon Dethan, dengan narasumber Kabid Pusat Data dan Informasi Kementerian ATR/BPN, Idin Yunindra Ibnu Parasu.
Acara yang digelar di Aula Kanwil BPN Provinsi Jatim itu dihadiri perwakilan dari 9 BPN yang ada di Jawa Timur, salah satunya dari BPN Kabupaten Probolinggo.
Dari BPN Kabupaten Probolinggo, yang ikut hadir di antaranya Kasi Pendaftaran dan Penetapan Hak, Budi Prasetyo, dan juga Kasi Survei dan Pengukuran BPN Kabupaten Probolinggo, Baliyo Muryono.
Menurut Yannis Harryzon Dethan, sosialisasi dan pelatihan soal dokumen elektonik ini bertujuan menyamakan persepsi dan membuka ruang kesulitan yang akan terjadi di lapangan. Karena, Buku Tanah Elektonik (BT EL) dan Surat Ukur Elektronik (SU EL) harus berimbang.
"Kita punya target untuk mewujudkan kabupaten lengkap. Kalau tidak bisa dilaksanakan, tidak apa-apa. Namun, yang penting anomali itu sesuai dengan arahan Pak Dirjen, harus dimatangkan," tutur Yannis dalam paparannya.
Lanjut Yannis menjelaskan, anomali itu ada beberapa hal. Pertama anomali tidak bisa landing di tempatnya atau berapa di luar wilayah itu harus segera dihapus.
"Kedua, anomali tidak sesuai kondisi real di lapangan, dan ketiga anti kerja sama dari bidang. Ini menjadi tugas kita bagaimana itu harus sinkron atau sesuai fakta," tegasnya.
Sementara, narasumber Idin Yunindra Ibnu Parasu memberikan pemaparan soal teknis-teknis penginputan data dan informasi di lapangan. (ndi/rev)