SAMPANG, BANGSAONLINE.com - Upaya restorative justice kasus dugaan penipuan jual beli suara pada pemilihan anggota DPR RI daerah pemilihan XI Madura oleh mantan Bupati Sampang, Slamet Junaidi, menemui jalan buntu. Jalan tengah yang ditempuh sebagai upaya perdamaian tidak membuahkan hasil positif.
Kasatreskrim Polres Sampang, AKP Sigit Nursiyo Dwiyugo, menyebut upaya perdamaian kali ini tidak memenuhi syarat. Sebab, pelapor dan terlapor tidak hadir yang mana diwakili oleh kuasa hukumnya saat diundang pihak kepolisian.
BACA JUGA:
- Pria di Pamekasan Perkosa Anak Tiri yang Masih SMP hingga Hamil 4 Bulan
- Sempat Dinyatakan Hilang, Ibu Rumah Tangga di Pamekasan Ditemukan Tewas di Dalam Sumur
- Lasbandra Desak Polisi Tuntaskan Kasus Dugaan Penipuan Mantan Bupati Sampang
- Petani Sumringah, Awal September Madura Memasuki Panen Raya Tembakau
“Pelapor dan terlapor tidak hadir saat hendak dimediasi oleh polisi. Sementara pihak yang dirugikan menghadiri undangan polisi,” kata Sigit saat dikonfirmasi, Kamis (12/9/2024).
Ia mengatakan, Slamet Junaidi dilaporkan oleh seorang pengusaha bernama Thoha ke polisi atas dugaan penipuan sebanyak Rp1 miliar. Mulanya, uang tersebut diminta sebagai kompensasi pemberian 35.000 suara untuk calon anggota legislatif (Caleg) dari PKS, Ahmad Azhar Moeslim.
Sigit tak menampik, dana Rp1 miliar itu sudah dikembalikan kepada korban (caleg PKS). Namun, Ahmad tetap tidak terima kasus ini ditempuh melalui jalur restorative justice.
“Pihak yang dirugikan (Ahmad Azhar Moeslim) tetap ngotot kasus ini diproses secara hukum meski pelapor dan terlapor mengajukan restorative justice,“ ucapnya.
Menurut dia, pihak yang dirugikan merasa belum menemukan keadilan sehingga upaya perdamaian dugaan kasus penipuan ini ada ketidaksamaan. Oleh karena itu, polisi berencana untuk menetukan sikap penanganan hukum.
Klik Berita Selanjutnya