PT MBP 3 Kali Mangkir Dipanggil Dewan soal Polemik Fasum Makam, Anha: Lecehkan DPRD Gresik

PT MBP 3 Kali Mangkir Dipanggil Dewan soal Polemik Fasum Makam, Anha: Lecehkan DPRD Gresik (Dari kiri) Nurhamim, Zaifudin dan Dawam

GRESIK,BANGSAONLINE.com - Sejumlah anggota mersepons mangkirnya (MBP) sebanyak tiga kali saat dipanggil untuk hearing (dengar pendapat) terkait polemik fasilitas umum makam yang ada di perumahan (GPR), Kecamatan Kebomas, Gresik.

, anggota Fraksi Golkar menilai mangkirnya PT MBP selaku pengembang perumahan GPR sebagai bentuk melecehkan lembaga .

"Sikap PT Megatama yang sudah tiga kali kami panggil tapi mangkir (tak hadir) ini kami anggap bentuk pelecehan lembaga ," ucap kepada BANGSAONLINE, Minggu (22/9/2024).

Sebab, sudah tiga kali memanggil PT MBP untuk dimintai penjelasan lantaran tetap nekat memasang papan nama di area makam perumahan GPR yang sudah disepakati bersama dengan Pemkab Gresik sebagai fasilitas umum.

Pria yang disapa Anha ini menyampaikan, DPRD bisa menggunakan kewenangan pengawasan dengan meminta Dinas Satuan Polisi Pamong Praja untuk menghadirkan PT MBP ke untuk hearing.

"Kami bisa menggunakan hak kami dengan minta Satpol PP selaku penegak peraturan daerah (Perda) untuk menghadirkan manajemen PT MBP," ujar mantan Wakil Ketua periode 2024-2029 ini.

Anha menuturkan bahwa warga perumahan GPR yang meninggal dan dimakamkan di makam seluas 2000 meter persegi tersebut pada Jumat (19/9/2024), sudah bisa jadi tetenger (tanda) bahwa lahan tersebut adalah fasum warga GPR.

Penetapan fasum itu sesuai dengan siteplan Pemkab Gresik dalam perangkat perizinan yang telah dikeluarkan.

"Yang penting di fasum itu sudah ada jenazah yang dikebumikan sebagai tanda lahan tersebut fasum makam warga Perum GPR," terang Ketua DPD Golkar Gresik ini.

Calon Wakil Ketua difinitif ini membeberkan, saat ini di lahan Perumahan GPR belum ada aktivitas pembangunan properti baru yang dilakukan oleh PT MBP.

"Laporan yang masuk ke kami (DPRD) beum ada aktivitas pengembangan baru, masih perumahan lama yang dibangun oleh pengembang yang lama," ungkapnya.

Sementara itu, Anggota Fraksi Gerindra , Mohammad Zaifudin mengatakan, saat dirinya menjabat Ketua Komisi I, pihakanya pernah mendapatkan pengaduan dari masyarakat soal fasum makam di Perum GPR, Desa Prambangan.

Sebagai tindak lanjut, Komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan ini lantas mengundang pihak-pihak terkait. Namun, pihak PT MBP selaku pengembang tidak hadir saat diundang.

"Sudah kami fasilitasi di Komisi I , tapi pihak pengembang tidak datang," ucapnya.

Karena itu, permaslahan itu menjadi pekerjaan rumah (PR) Komisi I periode 2019-2024 hingga purna tugas.

"Biar nanti Komisi I setelah terbentuk menindaklanjutinya lagi," tuturnya.

Lebih jauh Zaifudin menyampaikan, banyak perumahan berdiri di Kabupaten Gresik tidak menyediakan fasum untuk makam yang seharusnya jadi kewajiban pengembang.

"Dampaknya apa? ketika ada penghuni yang meninggal kerepotan memakamkan. Makanya tak jarang yang harus dibawa ke kampung kelahiran untuk dimakamkan," ungkapnya.

Selain itu, kata Zaifudin banyak perumahan di Kabupaten Gresik setelah selesai pembangunan, pegembang langsung pergi dan tidak menyerahkan ke pemerintah.

"Sehingga, pemerintah tidak bisa masuk untuk memberikan bantuan terhadap fasiltas umum mapun fasilitas sosial (fasos). Kasihan warganya harus iuran untuk perbaikan ketika ada kerusakan fasum dan fasos," ungkapnya.

"Ini harus menjadi perhatian serius Pemkab Gresik untuk dituntaskan, jangan dibiarkan berlarut-larut," sambungnya.

Sementara itu, calon Wakil Ketua difinitif, Lutfi Dawam berjanji akan menindaklanjuti persoalan fasum makam di Perum GPR setelah dirinya dilantik menjadi Wakil Ketua periode 2024-2029 dan terbentuknya Alat Kelengakapan DPRD (AKD).

"Pasti akan kami tindaklanjutinya. Ini persoalan urgent yang harus cepat dituntaskan," katanya.

Dawam menyebut polemik fasum makam perumahan GPR yang melibatkan pengembang dan penghuni perumahan seperti gunung es.

"Kasus ini seperti gunung es, ketika satu mencair, semuanya juga ikut mencair, satu terungkap maka akan mengungkap kasus serupa di perumahan lain," cetusnya.

Ia mendengar banyak pengembang perumahan di Kabupaten Gresik tak menyediakan fasum berupa makam. 

Alhasil jika ada warga yang tingga di perumahan itu meninggal, harus dimakamkan di kampung halaman.

Jika tak memungkinkan dibawa ke kampung halaman, biasanya warga itu dimakamkan ke tempat pemakaian umum (TPU) di wilayah tetangga dengan membayar sejumlah uang, ada yang Rp 3 juta, Rp 5 juta dan seterusnya.

"Ini kan miris, makanya PR ini harus dituntaskan oleh pemerintah," pungkas Dawam.

Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan dari pihak . (hud/van)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO