Homo dan Lesbi 'Serang' Kampus Negeri, UI dan UIN Jakarta segera Lakukan Pembubaran

Homo dan Lesbi Masyarakat menggelar aksi menolak komunitas-komunitas kaum homoseksual dan lesbian di Surabaya. foto: ist

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kelompok-kelompok orang yang memiliki orientasi seksual menyimpang semacam homoseksual dan mulai terang-terangan menunjukan jati dirinya. Mereka bahkan secara berani masuk ke kampus-kampus ternamam di Indonesia untuk merekrut anggota. Tak pelak, banyak kecamaan diarahkan ke kelompok tersebut lantaran aktivitas seksual yang tidak wajar tersebut.

Terbaru, kelompok kajian seksualitas dan gender, Support Group and Research Center On Sexuality Studies (SGRC) diketahui aktif beraktivitas di Universitas Indonesia (UI). Selain di UI, kelompok yang salah satu aktivitasnya adalah mendampingi kaum , , biseksual dan transgender (LGBT) itu juga melebarkan sayap ke Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif HIdayatullah.

Hal tersebut diperkuat postingan undangan dan laporan tentang peluncuran SGRC di kampus bernuansa Islam di bilangan Ciputat, Tangerang Selatan itu pada Oktober 2015. Materi tersebut diunggah ke laman resmi SGRC.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, UIN Syarif Syarif Hidayatullah Prof Yusron Razak pun angkat suara atas isu tersebut. "Secara institusi, UIN, Fakultas dan Jurusan, dan kelembagaan tidak pernah mengizinkan organisasi dan kegiatan tersebut ada di UIN," ujar Yusron seperti dilansir Okezone, Jumat (22/1).

Yusron menuturkan, larangan tersebut diberlakukan lantaran nilai-nilai organisasi pendukung LGBT tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam dan pengajaran yang diusung kampus. "UIN menolak dan melarang kegiatan organisasi itu di UIN," tandasnya.

Prof Yusron Razak menegaskan, pihaknya akan menindak keras bila kelompok tersebut beredar di kampusnya. "Bila memang terbukti ada. Maka akan ada sanksi hukum sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang ada. Selain itu juga akan dibubarkan," ujar Yusron.

Aktivitas SGRC juga mendapat perhatian rektorat UI. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UI, Bambang Wibawarta menegaskan, organisasi ini tidak pernah terdaftar sebagai organisasi resmi UI. Pihak universitas sendiri, kata Bambang, tidak mempermasalahkan konten organisasi ini yang cenderung pro terhadap kelompok LGBT.

"Sikap universitas muncul karena banyak pertanyaan ke UI tentang status SGRC sebagai lembaga resmi di UI atau bukan. Sebab, penggunaan logo dan lambang UI ada aturannya," tegas Bambang.

SGRC berdiri pada 2014 atas inisiatif sejumlah mahasiswa dan alumni UI. Dalam website resminya, SGRC menyebut diri sebagai kelompok yang mengupayakan pemahaman yang lebih menyeluruh mengenai permasalahan gender dan seksualitas melalui seminar, diskusi, dan berbagai kegiatan lain.

(Baca juga: " style="background-color: initial;">Pendiri SGRC UI Seorang Gay)

Kelompok yang memberikan konseling kepada kaum LGBT ini meluncurkan "cabang" di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Agenda tersebut sendiri berlangsung 22 Oktober 2015 di ruang 507, Aula FISIP UIN.

"Kami berharap, dengan adanya SGRC UIN, diskusi mengenai isu gender, seksualitas dan orientasi seksual dapat diperbincangkan lebih luas, dikaji lebih dalam, dan juga mempermudah akses teman-teman sekalian untuk belajar bersama," demikian dikutip dari laman resmi SGRC.

Sebelumnya, sebuah poster yang menawarkan layanan konseling terhadap kaum LGBT beredar di dunia maya dua hari terakhir. Layanan tersebut, seperti dicantumkan dalam poster, dikelola oleh SGRC University of Indonesia.

''Konseling Bagi Teman-Teman yang Butuh Bercerita'' tertera pada poster yang dimuat di akun Twitter SGRC. Testimoni dua mahasiswa dan dua alumni UI beserta foto mereka terpampang. Melalui konseling, mereka merasa terbantu untuk mengakui perbedaan orientasi seksual.

Kaum LGBT yang ingin berbagi cerita bisa melayangkan ceritanya melalui surat elektronik contact@melela.org. Dalam laman resminya, melela.org, kelompok ini menyatakan Melela merupakan wadah bagi insan LGBT untuk bercerita.

Laman ini menjelaskan, kata melela sempat digunakan Pramoedya Ananta Toer dalam novel berjudul Bukan Pasar Malam. Melela berarti menunjukkan diri dengan cara yang elok. Ini bisa dipadankan dengan coming out, saat LGBT membuka diri pada lingkungannya.

Di laman itu juga muncul pernyataan Managing Director Putra Sampoerna Foundation Nenny Soemawinata yang menegaskan sikap toleransi dan saling menghormati sebagai budaya perusahaannya. ''Terdapat beberapa karyawan kami LGBT dengan prestasi kerja yang bisa cukup dibanggakan.''

Sementara itu, Rektorat UI langsung bereaksi menentang keberadaan kelompok SGRC. Rektorat menyatakan tidak pernah memberi izin pada gerakan tersebut. Bahkan, mereka mengungkapkan tidak mengetahui adanya kelompok pendukung LGBT itu.

"Dalam menyelenggarakan kegiatannya, SGRC tidak pernah mengajukan izin kepada pimpinan fakultas maupun UI atau pihak berwenang lainnya di dalam kampus UI," ujar Kepala Humas dan KIP UI Rifelly Dewi Astuti.

Dewi mengatakan, UI tidak bertanggung jawab atas segala kegiatan yang dilakukan SGRC. Ia beralasan, SGRC tidak memiliki izin resmi sebagai pusat studi, unit kegiatan mahasiswa, dan organisasi kemahasiswaan. ''Karena itu, kami menegaskan SGRC tidak berhak menggunakan nama dan logo UI pada segala bentuk aktivitasnya,'' kata Dewi. Pernyataan resmi ini sontak menyulut perdebatan di sosial media, terutama Twitter.

Kelompok pendukung LGBT pun melontarkan kritik kepada UI melalui Twitter SGRC. ''Sudah ada sejak 2014, baru dilarang 2016.''

Terkait keberadaan SGRC, Nico Adityo (22 tahun), mahasiswa FISIP UI, mengungkapkan, komunitas LGBT di UI memang ada, termasuk di fakultasnya. Ini terindikasi dari a bicara, bahasa tubuh, dan unggahan di media sosial. ''Walaupun dia enggak ngaku langsung, tapi kelihatan dari anya dia. Malahan dia pernah nanya soal cowok ganteng gitu di kelas,'' kata Nico dilansir Republika.

Sebelumnya, ia sempat mendengar adanya komunitas ini dari seniornya. Namun, selama ini aksi LGBT tak terbuka dan frontal. ''Sebenarnya komunitasnya juga sudah ada, tapi sembunyi-sembunyi dan mereka punya kode-kode sendiri,'' katanya.

Namun, menurut mahasiswa jurusan administrasi negara ini, orientasi seksual merupakan urusan masing-masing individu. ''Namun, jadi berbeda kalau dia udah mulai nyoba goda-godain terus maksa-maksa,'' katanya.

Dirjen Pembelajaran dan Mahasiswa Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Intan Ahmad menyayangkan munculnya komunitas LGBT di kalangan mahasiswa. Menurut dia, tindakan tersebut jelas bukan bagian dari kebudayaan Indonesia.

Kementerian, kata dia, berencana membicarakannya dengan para wakil rektor bidang kemahasiswaan. Dengan demikian diharapkan tidak ada lagi gerakan atau komunitas mahasiswa yang tidak tepat dilakukan di Indonesia ini ke depannya.

(Baca juga: Gerakan Homoseksual di Unair Surabaya Cukup Massif)

Sementara Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Abdul Mujib mengatakan, perilaku dan dapat menular, baik secara psikologis maupun sosiologis. Awalnya, pelaku homoseksual disebut-sebut tidak 100 persen atau . Sesekali mereka bisa heteroseksual.

Begitu pula yang heteroseksual, bisa jadi sesekali mereka homoseksual. Seseorang dalam kategori homoseksual, tapi sesekali heteroseksual akan berubah menjadi 100 persen homoseksual apabila ada penguatan secara psikologis, misalnya, dari komunitas dan .

“Mereka berpikir, kalau ini (homoseksual) diperbolehkan, kenapa tidak saya lakukan 100 perden. Akhirnya, mereka pun tertular,” katanya. Penularan homoseksual secara sosiologis dapat terjadi pada korban sodomi. “Bagi mereka yang menjadi korban sodomi, maka nanti bisa jadi mereka menjadi pelaku sodomi. Lewat cara ini, penularan secara biologis terjadi,” kata Mujib.

(Baca juga: -jijik-jika-sentuh-vagina" style="background-color: initial;">Ternyata, Kaum Gay Jijik jika Sentuh Vagina)

LGBT kian marak seiring keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) melegalkan , homoseksual, biseksual dan transgender di seluruh wilayah AS. Dan ini berdampak pada seluruh belahan dunia.

(Baca juga: -nikah-dengan-upacara-adat-hindu" style="background-color: initial;">Bali Kecolongan Lagi, Gay Nikah dengan Upacara Adat Hindu)

Meski di beberapa negara masih malu-malu, namun di beberapa negara komunitas ini sudah mendapat tempat.

Di Indonesia virus sudah ada di Indonesia sejak tahun 1982 dan terus berkembang secara massif hingga saat ini. Parahnya, LGBT ini mendapat dukungan dari beberapa artis nasional. Sherina Munaf, Aming, dan penyanyi Anggun C. Sasmi di antara beberapa orang yang mendukung legalitas atas perbuatan menyimpang ini. (rol/uin/sup/rev)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO