Deklarasikan Jatim Am, Fathorrasjid Dukung KPK-Kajati Jatim Bongkar Kasus P2SEM

Deklarasikan Jatim Am, Fathorrasjid Dukung KPK-Kajati Jatim Bongkar Kasus P2SEM Fathorrasjid. foto: surya

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Fathorrasjid, mantan ketua DPRD Jawa Timur langsung merespon positif langkah KPK yang membidik kasus P2SEM. Ia bahkan mengaku bakal menemui Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim Maruli Simadjuntak untuk mendukung penuh langkah KPK yang akan membongkar kasus P2SEM.

”Saya ini orang yang dikorbankan. Korban ketidakadilan,” kata Pak Fathor – panggilan akrab Fahorrasjid – kepada bangsaonline.com, Selasa malam (22/3/2016).

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Selasa (22/3).

Lembaga antirasuah itu datang untuk melakukan supervisi kasus dugaan korupsi dana hibah Kadin Jatim yang menyeret Ketua Kadin Jatim, La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka.

Lima pegawai KPK bersama penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim menggelar pertemuan di ruang rapat Pidsus lantai 5.

Selain kasus dana hibah Kadin Jatim, beberapa kasus korupsi yang ditangani Kejati Jatim juga turut dibahas dalam pertemuan ini.

Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidsus Kejati Jatim, Dandeni Herdiana, membenarkan jika kedatangan KPK juga melakukan supervisi terhadap kasus dana hibah Kadin Jatim.

"Semuanya kami sampaikan. Termasuk kasus dana hibah La Nyalla yang menjadi perhatian publik dan menjadi isu nasional ini," ujarnya, Selasa (22/3).

Selain kasus La Nyalla KPK, BPK dan jajaran Kejati Jatim juga membahas kasus besar yang selama ini jadi perhatian masyarakat yaitu Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Pemprov Jatim pada 2008, dan sejumlah kasus lainnya.

Dalam kasus P2SEM Fathorrasjid divonis 6 tahun dan dipenjara di Medaeng.

”Padahal banyak anggota DPRD Jatim yang lain terlibat kasus P2SEM seperti Ahmad Rubaie dari Fraksi PAN tapi tak tersentuh hukum. Padahal dia itu angkanya lebih besar dari saya. Saya dituduh terlibat Rp 29 miliar, sedang Ahmad Rubaie malah Rp 31 miliar P2SEM,” kata Fathorrasjid.

Fathorrasjid berencana mendatangi Kajati Jawa Timur. ”Saya mau menghadap Pak Marulli Simanjuntak (Kajati Jatim, red) untuk memberi dukungan moral agar kasus P2SEM ini terus diusut,” tegas Fathor.

Ia bahkan mengaku bakal blak-blakan jika pihak Kajati membutuhkan data tambahan. Rencananya ia ke Kajati bersama Syaian Choir dan Edi Santoso. ”Ini sekaligus untuk mendeklarasikan Jatim Am,” katanya.

Jatim Am adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang didirikan Fathorrasjid bersama teman-temannya yang merasa jadi korban ketidakadilan. Fathorrasjid menjabat sebagai direktur, sedang Syaian Choir sebagai sekretaris Jatim Am. Sedang Edi Santoso ketua biro hukum Jatim Am.

Menurut Fathorrasjid, jika Kajati Jatim dan KPK serius membongkar dan memproses pelaku kasus P2SEM yang menilap uang rakyat ratusan miliar itu niscaya banyak yang bakal tertangkap. ”Termasuk anggota DPRD Jatim yang sekarang aktif di Indrapura. Banyak diantara mereka terlibat. Dan data-data atau bukti-butki keterlibatan mereka sebenarnya sudah ada di Kajati sejak bertahun-tahun,” katanya.

Sementara Syaian Choir menyatakan bahwa korban P2SEM selama ini hanya orang-orang lugu yang tak tahu apa-apa. "Korbannya kan guru, dosen, orang pesantren yang tak tahu apa-apa. Mereka dipenjara bertahun-tahun. Tapi para anggota DPRD yang dapat miliaran malah dibiarkan," katanya kepada bangsaonline.com, Selasa malam (22/3).

Sekedar informasi, P2SEM adalah program bantuan dana yang digagas Pemprov Jatim era Gubernur Jatim Imam Utomo pada 2008. Program ini bertujuan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya beli masyarakat, dan untuk menangani masalah sosial lainnya. Untuk mengakses dana ini, masyarakat harus mengajukan proposal kepada DPRD Jatim.

Setelah direkomendasi DPRD Jatim, masyarakat bisa meneruskan proposalnya ditangani Badan Pemberdayaan Masyarakat Jatim. Proyek ini disalurkan melalui LSM, yayasan, perguruan tinggi, pondok pesantren, dan sebagainya.

Sejak awal, program ini telah memantik polemik di masyarakat. Keterlibatan DPRD sebagai pemberi rekomendasi dianggap sebagai patgulipat politik antara legislatif dan eksekutif. Karena proyek ini bertentangan dengan fungsi DPRD.

Dikhawatirkan, posisi DPRD tidak ubahnya sebagai makelar proposal. Banyak yang menyarankan agar dana ratusan miliar rupiah itu diserahkan kepada kelurahan secara langsung untuk dikelola sesuai dengan kebutuhannya. Ternyata kekhawatiran itu menjadi kenyataan. ”Aslinya kan berawal dari usulan teman-teman DPRD agar juga bisa dapat dana seperti eksekutif,” kata salah seorang anggota DPRD. (ma)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO