Tafsir Al-Nahl 89: Tibyan, Huda, Rahmah dan Busyra

Tafsir Al-Nahl 89: Tibyan, Huda, Rahmah dan Busyra

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - "Wayawma nab’atsu fii kulli ummatin syahiidan ‘alayhim min anfusihim waji/naa bika syahiidan ‘alaa haaulaa-i wanazzalnaa ‘alayka alkitaaba tibyaanan likulli syay-in wahudan warahmatan wabusyraa lilmuslimiina."

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Sebelumnya telah dikemukakan uraian tentang zaman fatrah, masa senggang antar kenabian. Adakah masa itu?. Lahiriah teks ayat ini menunjuk tidak ada, karena Tuhan pasti mengutus seorang "syahid" kepada setiap kelompok manusia pada setiap era (nab'ats fi kull ummah syahida 'alaihim). Semuanya, termasuk para nabi mesti diminta pertanggungjawaban atas risalah yang diembannya. Nabi Muhammad SAW meneteskan air mata bila ayat tentang itu dibaca.

Ayat studi ini (89) juga menjelaskan bahwa Allah SWT telah menurunkan al-Kitab dengan empat fungsi: tibyan (penjelas), huda (petunjuk), rahmah (kasih) dan busyra (kegembiraan). Sisi filologis, ketika Tuhan menunjuk fungsi "tibyan" digandenglah dengan kalimat "li kull syai", penjelas masalah apa saja. Artinya, semuanya dijelaskan. Tapi saat menunjuk fungsi Huda dan Rahmah dibiarkan secara umum dan tidak ada sasaran khusus. Beda lagi ketika membicarakan fungsi "Busyra", maka sasaran khusus ditunjuk, yaitu hanya untuk orang islam saja "wa busyra li al-muslimin".

Sebagai fungsi Tibyah, al-Qur'an adalah buku paling konferhenship di dunia, di mana pesannya sangat menyeluruh dan mencakup segala hal. Tentu saja, sifat pesan tersebut universal dan filosufis, bahkan sekedar tersirat, tidak detail, tidak terinci karena al-Qur'an bukanlah buku teknik.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Al-Qur'an sengaja didesain secara filosufis dan bukan teknis karena Allah SWT menginginkan hamba-Nya kreatif dan maju di bidang berilmu dan pengetahuan, terangsang meneliti, menemukan, berkreasi dan berinovasi secara cerdas. Tuhan tidak menginginkan hamba-Nya dungu, cengeng dan manja, karena pesan kitab suci sudah instan dan tinggal menelan.

Untuk itu, gaya Tuhan menyervis ilmu teruntuk hamba-Nya dengan cara dihidangkan seluas dan sebebas mungkin. Ada ilmu yang sudah bisa difahami langsung saat ayat tersebut turun dan ada yang belum bisa. Hal tersebut mengingat pengetahuan umat belum sejauh apa yang digagas ayat dan piranti zaman belum tersedia. Al-Qur'an yang selalu mendahului zamannya sungguh berlanggam serba ke depan dan futuristik. Pengetahuan yang diblow up selalu modern dan up to date sehingga merarik dan tidak membosankan. Hal demikian, biasanya menyangkut teknologi, astronomi, kedokteran dan sebagainya.

Ya, dulu memang belum bisa difahami, tapi sekarang bisa. Satu per satu dari firman Tuhan yang dulu dianggap fantastis dan erasional, kini terbukti sebagai temuan ilmiah yang bisa diambil manfaatnya. Diperkirakan lebih dari 200 temuan ilmu modern berbasic ayat al-Qur'an yang dulu masih mitos dan magic, sekarang menjadi teknik dan akademik.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Contoh nyata dan mendunia adalah terobosan ke ruang angkasa yang oleh Al-Qur'an dinyatakan sebagai bisa dan tidak mustahil. Tidak sekadar diberitahu bahwa itu mungkin, melainkan diberi resep gelondongan, yaitu harus berbekal teknolongi yang memedahi (sulthan). Tanpa "sulthan" tidak mungkin bisa.

Kini, plesiran ke planet dekat-dekat sini tidak lagi berita. Ada yang berbulan-bulan tinggal di Bulan dan ada pula yang lebih dari satu tahun. Bisnis pariwisata ke bulan telah diprogramkan dan siap, tinggal pemasaran. Challenger, pesawat ulak-alik yang dulu hanya mengangkut astronot, ke depan menjadi pesawat komersial yang mengangkut turis. Informasi akademik itulah salah satu fungsi "tibyan" dalam al-Qur'an.

Fungsi tibyan al-Qur'an ini digandeng dengan fungsi "huda" (petunjuk keimanan), kareana sangat mungkin dari temuan-temuan tersebut bisa mengantarkan penemunya mendapat hidayah, lalu dengan kesadaran dan pilihan sendiri dia mengakui kebesaran Tuhan sehingga memeluk agama islam. Sudah tidak terhitung jumlah ilmuwan Barat yang semula kafir, kemudian memeluk Islam karena telah membuktikan sendiri betapa al-qur'an adalah kitab suci yang sarat ilmu pengetahuan dan benar.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Pengetahuan yang diinformasikan mendahului zamannya adalah pasti dari Tuhan yang Mahakuasa. Karena manusia tidak bisa melakukan itu dan sama sekali tidak punya pengetahuan setinggi itu. Inilah keistimewaan al-Qur'an dibanding dengan kitab manapun di dunia ini. Selain al-Qur'an, kitab suci agama lain dan diyakini oleh pengikutnya sungguh banyak dari kreasi manusia. Maka pasti terbatas dan tidak bisa menjangkau ke ranah keilmuan secara fantastis. Di samping itu, kelemahan demi kelemahan pasti banyak ditemukan dan konsepnya bisa digugurkan. Hanya al-Qur'an yang berani menantang dunia agar mengoreksi dirinya, agar mencari kesalahan, dari sisi apapun. Hingga kini al-Qur'an tetap menantang dan tetap menunggu siapa yang bisa. Kitab lain, tentu tidak demikian.

Ya, tapi tidak semua ilmuwan penemu langsung menyadari kehebatan al-Qur'an, lalu memeluk islam. Hal itu karena hidayah mutlak ada di tangan Allah SWT saja. terserah kepada siapa Tuhan memberikan. tentu kepada mereka yang berminat. Bagi yang berminat, akan mudah mendapatkan, sementara bagi yang tetap gelap dan ingkar, tentu tidak akan mendapatkan.

Umar ibn al-Khattab R.A. yang sengaja mencari Nabi Muhammad SAW dengan tujuan membunuh, ternyata berubah arah setelah mendengar bacaan al-Qur'an yang dilantunkan oleh adik perempuannya, Fatimah. Umar tersentak dan sangat perhatian dengan keindahan redaksi dan kedalaman isi. Lalu menggunakan kecerdasannya menganalisa ayat yang baru saja didengar, karena Umar memang cerdas dan ahli kesusastraan Arab. Dalam sekejap, ketertarikan itu membuahkan kekaguman dan selanjutnya pasrah dan masuk islam.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Dua Nabi, Bapak dan Anak

Tidak sama dengan Abu Lahab yang sangat sayang kepada Muhammad, keponakannya sejak mulai lahir. Abu Lahab bangga dan memanjakan Muhammad kecil. Tapi, saat Muhammad diutus menjadi nabi dan mendakwahkan agama yang ternyata berlawanan dengan kepentingannya, berbaliklah memusuhi Nabi habis-habisan. Tak pernah sedikit pun punya minat melihat kebaikan Islam. Akhirnya mati mengenaskan dan jauh dari hidayah, meskipun sangat dekat dengan sumber hidayah.

Sedang rahmah adalah bentuk akdih sayang Tuhan yang ditebar secara umum lintas diskriminitas, baik ras, agama maupun gender. Semua makhluq pasti mendapat Rahmat-Nya, meski dia sangat durhaka, ingkar dan menentang. Ya, karena tugas Tuhan adalah menebar rahmat dan menebar saja tanpa tendensi apa-apa. Itu telah menjadi komitmen yang dibuat-Nya sendiri dan mesti dipatuhi sendiri. Begitulah kewajiban akaliah atas Diri Tuhan oleh Tuhan itu Sendiri.

Orang yang diberi limpahan uang bukanlah berarti dia dicintai Tuhan, melainkan hanya sekedar diberi rahmat saja. Qarun juga kaya raya, tapi terkutuk. Orang yang terpilih menjadi pimpinan bukan berarti dicintai Tuhan, karena Fir'aun juga raja dan terkutuk.

Baca Juga: Usia Nabi Nuh 1.000 Tahun, Tapi "Gagal" Dakwahi Umatnya, Ini Perbedaan-Persamaan dengan Nabi Luth

Sementara fungsi "busyra" kebahagiaan, kegembiraan dunia dan akhirat hanyalah milik orang-orang islam, orang-orang yang pasrah kepada-Nya saja (wa busyra li al-muslimin). Orang islam adalah orang yang pasrah total kepada apa saja yang difirmankan Allah SWT, lalu mematuhi, mengamalkan semua perintah-Nya tanpa rewel, tanpa ragu. Lalu menjauhi larangannya tanpa rewel, tanpa ragu. Semua yang disyari'ahkan adalah benar mutlak, meskipun dia tidak bisa membuktikan kebenarannya. Nah, muslim kelas inilah yang mendapat busyra.

Ayat ini tidak berarti menutup kerja akal untuk kritis, melainkan tetap menghargai sebagai pemikiran dan bahkan itu diperintahkan. Hanya saja, Allah SWT tetap menempatkan kebenaran agama sebagai yang tertinggi di atas kebenaran akal dan tidak sebaliknya.

Andai kita tidak bisa menemukan bukti kebenaran syari'at shalat lima waktu, kebenaran puasa ramadhan, kebenaran zakat, kebenaran ibadah haji secara akaliah: untuk apa dan apa manfaatnya di dunia ini, toh menghabiskan uang dan waktu, tapi kita tetap yakin bahwa semua itu benar dan benar, karena datangnya dari Allah yang mahabenar, titik. Itulah islam dan itulah pandangan seorang muslim beneran. 

Baca Juga: Fikih Kentut: Ulah Syetan Meniup Dubur agar Kita Ragu Wudlu Batal apa Tidak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO