Tafsir An-Nahl 99-100: Zaman Edan, Ketua PBNU jadi Ketua Tim Sukses Non Muslim

Tafsir An-Nahl 99-100: Zaman Edan, Ketua PBNU jadi Ketua Tim Sukses Non Muslim Nusron Wahid. foto: panjimas.com

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .

BANGSAONLINE.com - Innahu laysa lahu sulthaanun ‘alaa alladziina aamanuu wa’alaa rabbihim yatawakkaluuna. Innamaa sulthaanuhu ‘alaa alladziina yatawallawnahu waalladziina hum bihi musyrikuuna.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Dua ayat kaji ini hebat sekali sebagai parameter keimanan ketika iman seseorang diuji di gelanggang kekuasaan. Tepatnya, apakah keislaman masih diperlukan sebagai syarat seorang pemimpin. Dipesan, bahwa syetan tidak boleh menguasai orang beriman. Sesungguhnya syetan hanya boleh menguasai para antek-anteknya saja, termasuk non muslim dan orang-orang musyrik. Siapapun yang meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan, di samping ada Allah SWT sebagai Tuhan, maka dialah orang musyrik yang nyata.

Kini DKI Jakarta menyelenggarakan pemilihan gubernur, ada petahana non muslim yang maju. Ada komunitas yang menamakan diri sebagai teman Ahok, relawan dan sebagainya. Mereka muslim, bahkan si cewek pendiri itu berjilbab. Kini menjelang kampanye dan persiapan masing-masing pihak dibentuk. Yang mengejutkan, ternyata ketua tim sukses Ahok adalah mantan "ketua" Ansor Nahdlatul Ulama dan saat ini juga menjadi salah satu Ketua PBNU. "Inna lillah wa inna ilaih raji'un". Dalam perspektif Tafsir al-Qur'an Aktual, tragedi ini menarik untuk ditafsiri. Kira- kira begini:

Pertama, tragedi itu adalah kehendak Tuhan dalam rangka memberi informasi kepada umat Nahdliyin pada khususnya dan kepada masyarakat DKI Jakarta dan umat Islam Indonesia pada umumnya. Bahwa sekualitas itulah keimanan seorang yang notabenenya sebagai ketua PBNU yang juga mantan ketua umum PP GP Ansor. Keimanan yang padam saat berhadapan dengan syahwat politik.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Kedua, sebagai pitutur bagi elite Nahdliyin untuk lebih berprinsip dan lebih berkarakter dalam pembentukan mental nahdliyah pada kadernya. Jangan terus diajari sok toleran yang tidak jelas parameternya, tak jelas antara toleransi dan kelemahan iman. Jadinya ya macam Cak Nusron itu. Semoga tidak ada lagi orang yang memahami, bahwa nama "Wahid" yang melekat pada Cak Nusron itu adalah "Wahid" yang ada pada nama besar Gus Dur, Abdurrahman Wahid.

Ketiga, fenomena Nusron itu sungguh catatan bagi para pemerhati Dakwah Islamiah, bahwa keimanan umat islam negeri ini masih banyak yang mengambang, formalistik dan kurang esensial. Muslimah di entertainment, kayak Inul, Ayu, Dewi Persik, Jupe sama sekali tidak risih membuka aurat dan bergoyang erotis di hadapan publik. Kini di gelanggang politik, ada fenomena ketua Ansor menjadi ketua tim sukses non muslim. Tak salah umat bertanya, "di mana nur keimanannya?".

Keempat, fenomena memudarnya "ukhuwwah islamiah" yang digembor-gemborkan oleh para elite Nahdliyyin, termasuk PBNU dan ANSOR dan pribadi Cak Nusron sendiri yang disampaikan di berbagai tempat. Katanya, "mukmin itu bersaudara". Katanya, "Muslim itu bersaudara". Karena Cak Nusron bergabung dengan wong kafir dan melawan saudaranya sendiri yang seiman, maka ukhuwahnya pantes disebut "ukhuwah kafiriyah". Jika insan hiburan macam Inul dibilang tipis iman, maka itu masih ada maklumnya. Tapi ini insan PBNU dan Ansor (?).

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Meskipun demikian, tulisan ini bukan membenci apalagi mengecam, tapi sebatas menyajikan fenomena. Mohon jangan dibenci, akan lebih bagus didoakan, semoga Cak Nusron cepat mendapat hidayah.

Keempat, mungkin zaman ini sudah tiba zaman edan seperti diliris Bopo Ronggo Warsito. Bahwa pada akhir zaman akan datang zaman edan (gila). "Ra edan ra keduman". Yang tidak ikut gila tidak akan kebagian. Ya, politik, kekuasaan memang gila dan menggila-gilakan orang dan ternyata sudah banyak yang menjadi gila oleh kekuasaan. Lalu apa motif Cak Nusron melakukan itu, kalau bukan pingin mendapat dumduman "edan"?. Tidak mungkin karena kokohnya keimanan atau ketakwaan.

"Menungso podo muter lir kadoyo gabah diinteri" Sikap manusia susah ditebak, sering hanyut terbawa arus dan tidak punya prinsip. Keimanan digadaikan demi memburu kepuasan duniawi. "sak beja-bejane wong kang lali, sik bejo wongkan iling lan waspodo". Jika anda mau bejo, mau bahagia, mau selamat dunia akhirat, maka tetaplah berprinsip dan teguh iman. Jangan sampai terlena oleh godaan duniawi yang menipu dan sesaat. Bagi muslim sejati, lebih baik tidak keduman edan daripada ikut edan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Kelima, jika tindakan cak Nusron itu harus dirujuk kepada keimanan Ibarahim A.S., keimanan Isma'il A.S. dan keimanan Hajar pada momen Id al-Adha ini, maka pastilah bertolak belakang. Keimanan orang-orang shalih itu sungguh totalitas dan hanya Allah SWT yang menjadi referensi, lain tidak. Tapi keimanan pada pesta kekuasaan dan rana politik justru nafsu syetan yang jadi rujukan. Hanya orang yang terpental dari Tuhan saja yang bisa dikuasai syetan. "inna sulthanuh 'ala al-ladzin yatawallaunah wa al-ladzin hum bih musyrikun". 

Dr KH A Mustain Syafii, MAg adalah Direktur Madrasatul Qur'an Tebuireng Jombang dan tiap hari jadi pengasuh dan penulis Tafsir Al-Qur'an Aktual di HARIAN BANGSA Jawa Timur. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO