Demi NKRI, Ahok harus Diadili, Angkatan Muda Muhammadiyah dan BMNU Mendukung

Demi NKRI, Ahok harus Diadili, Angkatan Muda Muhammadiyah dan BMNU Mendukung MS Kaban

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Polemik terkait pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama soal surah Al Maidah ayat 51 saat kunjungannya di Kepulauan Seribu pada beberapa waktu lalu terus berlanjut. Bahkan kini banyak pihak yang menyerang Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena telah mengeluarkan keputusan resmi bahwa Ahok telah menghina Islam dan para ulama.

Pihak-pihak tersebut menyerang MUI dengan membuat petisi untuk membubarkan MUI. Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB), MS Kaban dengan tegas mendukung MUI dan penanganan kasus Ahok dengan kasus dugaan penistaan agama.

"Tidak perlu ada kegentaran per secercah cahaya surut atau bergeming, membela suara kebenaran yang ditetapkan MUI, adili Ahok demi NKRI berdaulat," tegas MS Kaban dalam akun Twitter pribadinya, Rabu (19/10).

"Wajib dukung MUI penyelamat akidah umat Islam Indonesia. Yang memeranginya bermakna memerangi umat Islam. Satu Niat Satu Tekad, Kuatkan Jamaah".

"Gagasan membubarkan MUI ide emosional mengundang perselisihan yang tak perlu dan kontraproduktif. Kalau mau dukung Ahok silakan. MUI jalan terus," tambah mantan Menteri Kehutanan ini.

Sementara Penasihat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Alwi Shihab berharap teks keagamaan tidak digunakan untuk mendukung atau melegitimasi kepentingan politik pihak tertentu di setiap ajang pemilihan umum.

"Teks-teks keagamaan baik dari Alquran, Bibel atau yang lainnya jangan dipakai untuk urusan kepentingan politik," kata Alwi seusai bertemu Gubernur DIY Sri Sultan HB X di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (19/10).

Alwi mencontohkan, teks keagamaan seperti yang tertuang dalam kitab suci Alquran sejatinya diturunkan sebagai rahmat untuk seluruh makhluk seisi alam sehingga tidak tepat jika dijadikan alat pembenar untuk bertikai atau mendiskreditkan kelompok atau pihak tertentu.

"Alquran kan maunya rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh makhluk Tuhan, termasuk tumbuh-tumbuhan. Jadi kita jadikan Alquran sebagai rahmat untuk semuanya," kata dia.

Ia juga berharap setiap calon kepala daerah mampu menyejukkan suasana, lebih sensitif, dan bukan justru mengeluarkan statemen yang dapat mengusik pihak yang lain. "Ini perlu kita jadikan budaya kita supaya demokrasi kita di mata dunia yang selama ini sudah baik tidak tercoreng hal-hal yang bisa merusak atmosfer yang sudah kondusif selama ini," kata Alwi.

Sementara itu, gelombang protes dan tuntutan agar Ahok diadili terus mengalir. Angkatan Muda Muhammadiyah melihat janji Kepolisisan Republik Indonesia (Polri) terkait kasus dugaan penistaan agama Islam dengan terlapor Ahok belum ada tanda-tanda direalisasikan. Publik dinilai hanya mendapatkan berita yang simpang siur di media masa dan media sosial.

Salah satu buktinya adalah laporan Angkatan Muda Muhammadiyah ke Polda Metro Jaya Nomor:TBL/4868/X/2016/PMJ/Ditreskrimum pada tanggal 7 Oktober 2016 belum ada tanda-tanda diproses.

"Kami belum mendapatkan konfirmasi resmi sama sekali dari Mapolda Metro Jaya maupun Mabes Polri. Beberapa kali dihubungi melalui nomor telpon resmi yang tertera di tanda bukti laporan tidak pernah menjawab," ujar Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman, Rabu (19/10).

Padahal, kata dia, saat ini sudah terhitung 13 hari sejak laporan diterima. Informasi yang menyebutkan bahwa kasus ini dilimpahkan ke Bareskrim Mabes Polri juga sama sekali belum mereka terima secara resmi dari Polda Metro Jaya.

Pedri menyebut semestinya Polri bekerja sesuai dengan aturan yang tertera di KUHAP dan SOP yang belaku. Setiap laporan resmi tentu harus diproses secara resmi pula. Pemberitahuan, pemeriksaan pelapor, terlapor dan saksi, termasuk pelimpahan perkara dan lain-lain harus melalui mekanisme administrasi yang resmi.

"Karena sama sekali tidak mendapatkan informasi resmi, kami menganggap Polri tidak serius menangani laporan masyarakat. Padahal adalah hak setiap warga negara untuk melaporkan adanya tindak pidana dan mendapatkan proses hukum yang semestinya," kata dia.

Sementara di sisi lain perkembangan situasi di lapangan semakin liar. Keresahan masyarakat makin memuncak. Sumpah serapah bersileweran di media massa dan media sosial. Pedri mengatakan bisa-bisa amarah umat Islam tak terkendali jika polisi tidak segera memberi bukti konkret untuk memproses Ahok yang diduga melakukan penistaan terhadap agama Islam.

Oleh karena itu pihaknya meminta Polri segera membuktikan janjinya yakni memproses laporan masyarakat dan memanggil Ahok untuk diperiksa. Kemudian melanjutkan proses hukumnya sesuai dengan prosedur yang benar, adil dan jujur.

Pedri berpendapat, proses hukum terhadap Ahok dalam kasus ini amat penting, terutama demi menjaga keharmonisan kehidupan berbangsa yang mulai rusak akibat pernyataan seorang Ahok. Demi kesetaraan setiap orang di depan hukum, juga demi menjaga Pancasila dan kebhinekaan di NKRI.

Menurut dia, apabila polisi tidak segera membuktikan janjinya memproses Ahok secara hukum, dia khawatir bangsa ini akan kian tercabik-cabik. Jika ini terjadi, yang akan rugi adalah rakyat banyak. "Jadi tak ada lagi alasan polri untuk menunda-nunda penangangan kasus Ahok ini. Segeralah buktikan janjimu Bapak Kapolri," ujarnya.

Tuntutan serupa dilontarkan Barisan Muda Nahdlatul Ulama (BMNU). Mereka meminta penista agama Islam ditindak sesuai hukum yang berlaku seperti yang dilakukan Ahok terhadap surah Al Maidah ayat 51.

"PBNU bukan kumpulan ulama partai politik, sebaiknya jangan bawa budaya parpol ke PBNU," kata Koordinator Nasional BMNU, Maksum Zuber, di Surabaya, Rabu (19/10).

Oleh karena itu, kata mantan Sekjen PP IPNU, PBNU tidak perlu terlibat mendukung atau tidak mendukung pasangan calon dalam pilkada secara kelembagaan, termasuk memecat kadernya akibat perbedaan politik secara individual.

"Para ulama dan PBNU justru harus meningkatkan dan mendorong silaturahim antarumat seagama dan antarumat beragama secara individu maupun organisasi, untuk menjaga keutuhan NKRI," katanya.

Sebagai warga Nahdliyin, pihaknya memimpikan PBNU menjadi perekat umat NU dan umat Islam. "Itu akan terwujud manakala PBNU kembali pada pembinaan umat sesuai visi dan misinya," katanya.

Sementara Ketua Tim Pembela Muslim (TPM), Muhammad Mahendradatta menilai, penundaan proses Hukum Ahok karena Pilkada, apapun dasarnya, merupakan pelanggaran Konstitusi (UUD 45)ttg Kesamaan Kedudukan WN di mata hukum. Hal ini menyikapi adanya pihak yang mengusulkan untuk menunda penanganan kasus Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama terkait pernyataannya soal surah Al Maidah ayat 51 yang dilaporkan ke polisi dengan dugaan penistaan agama.

"Krn prinsip kesamaan kedudukan WNI di mata hukum masuk dlm Pasal HAM UUD 45. Penundaan Proses Hkm Ahok bs diterapkan pula sbg Pelanggaran HAM," tegas Mahendradatta dalam akun Twitter pribadinya, Rabu (19/10).

"Penundaan proses hukum tdk dikenal dlm sistim Hukum Indonesia, bahkan seorg Ustad yg benar2 sakit sj, ditangkap & diambil dari RS unt diproses," imbuhnya.

"Kalau sdh ada kecenderungan Pelanggaran Konstitusi (UUD1945) tentu semua Warga Negara tahu bgmn kelanjutannya," jelasnya.(mer/det/rol/tic/lan)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO