Bareskrim akan Hentikan Kasus Ahok Jika Tidak Ada Unsur Pidana

Bareskrim akan Hentikan Kasus Ahok Jika Tidak Ada Unsur Pidana

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri, Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto, mengatakan, kasus dugaan penistaan agama dengan terlapor Gubernur DKI Jakarta (nonaktif), Basuki Tjahaja Purnama "Ahok" akan dihentikan, jika tidak ditemukan unsur pidana.

"Ya berarti harus berhenti. Kalau ditemukan (unsur pidana), dilanjutkan, tapi ada hak-hak untuk melakukan upaya hukum," kata Ari di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/11).

Ia pun melanjutkan, apabila nanti kasusnya dihentikan, maka kasus tersebut tidak bisa dilaporkan kembali. "Kalau obyek yang dilaporkan sama, ya berarti tidak bisa melapor lagi," tegas Ari.

Sementara kemarin, gelar perkara terbuka terbatas kasus Ahok berlangsung di Gedung Rupatama, Mabes Polri. Gelar perkara ini dihadiri perwakilan pelapor, perwakilan terlapor, saksi, ahli, dan pihak internal seperti Kompolnas dan Ombusman.

Ari Dono Sukmanto mengatakan, gelar perkara kasus dugaan penistaan agama telah berlangsung secara terbuka di ruang rapat utama (Rupatama) Mabes Polri. Setelah gelar perkara, Bareskrim Polri akan memutuskan apakah Basuki Tjahaja Purnama cukup bukti untuk menjadi tersangka atau tidak, hari ini, Rabu (16/11).

"Kegiatan ini dilaksanakan dengan tahapan penyampaian hasil penyelidikan dari penyelidik, termasuk dengan bukti, kemudian terangkan atau putarkan videonya," ujarnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (15/11).

Selanjutnya, kata Ari, penyidik membacakan bagian penting dari hasil wawancara semua saksi. Ada sebanyak 40 orang saksi yang dimintai keterangan oleh penyidik, baik saksi fakta yang berada di lokasi kejadian maupun para saksi ahli yang didatangkan atas permintaan pelapor dan terlapor, serta dari penyidik sendiri.

Untuk pelapor, Ari menjelaskan, dari 13 berkas laporan yang diterima polisi, tidak semuanya mendapatkan undangan untuk hadir dalam gelar perkara, yakni Polri hanya membatasi enam orang dari pihak pelapor. Sedangkan untuk saksi ahli, enam orang dari pihak terlapor, enam orang dari pihak pelapor, dan lima orang dari pihak penyidik.

"Pada hari ini tidak semua kita hadirkan, perwakilan saja yang dibacakan dari pihak pelapor ada enam, pihak terlapor enam, kemudian dari kita penyidik menghadirkan ada lima ahli," katanya.

Selanjutnya, penyidik membeberkan keterangannya terkait kasus tersebut, maka giliran pihak terlapor yang memberikan keterangan tambahan maupun koreksi. Serta bisa juga memberikan bukti tambahan yang bisa diutarakan langsung dalam gelar kepada penyidik.

"Dalam hal ini, sebenarnya belum akhir dari suatu perbuatan penyidikan, tapi ada tambahan lagi enggak? Setelah selesai kegiatan ini, informasi dari pihak akan kita tutup dan pihak dipersilakan kembali ke rumah," jelasnya.

"Kemudian melaksanakan perumusan, apakah nanti perkara dianggap cukup bukti sehingga dilaksanakan penyidikan atau bukan dianggap tindak pidana maka dianggap selesai," katanya.

Sementara sejumlah pihak menilai, gelar perkara terbuka terbatas kasus dugaan penistaan agama tersebut terkesan ditutup-tutupi.

Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI), Bachtiar Nasir mengaku kecewa tidak diperbolehkan masuk ke ruang gelar perkara, di Ruang Rupatama, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (15/11).

"Saya Bachtiar, hari ini tidak diperkenankan masuk, yang katanya terbuka, dan ternyata yang boleh masuk cuma satu pelapor, padahal ada 11 pelapor," kata dia kepada wartawan di Mabes Polri.

Bachtiar Nasir yang juga salah satu pelapor kasus ini mengatakan, masih ada ketidakterbukaan dalam proses gelar perkara kali ini.

"Saya ingin menyatakan dengan tegas, kalau kepura-puraan ini, kalau permainan atas nama hukum ini terus berlanjut, maka biar masyarakat yang menilai, dan Allah SWT yang menggerakkan hati kita," tegasnya.

Terkait saksi ahli, Bachtiar Nasir menjelaskan, beberapa saksi ahli juga tidak dipanggil. Padahal mereka mempunyai hak untuk dihadirkan, tapi tidak diundang. "Hanya yang diundang oleh Bareskrim saja. Yang tidak (diundang), tidak boleh masuk," tukasnya.

Hal ini ditegaskan pula Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) sebagai salah satu pihak pelapor kasus dugaan penistaan agama. AMM menuding Polri telah menghadirkan saksi yang tidak berkompeten dalam gelar perkara secara terbuka kasus penistaan tersebut.

"Kami ikuti betul secara real time proses gelar perkara, kami apresiasi prosesnya yang cukup bagus dan lengkap. Namun ada beberapa kritikan," kata Perdik Kasman salah satu perwakilan dari Angkatan Muda Muhammadiyah di Komplek Mabes Polri, Selasa (15/11).

Menurut dia, saksi ahli yang dihadirkan dari Bangka Belitung tidak relevan. Alasannya, saksi ahli yang dihadirkan dari Bangka Belitung itu merupakan Timses Ahok saat Pilkada 2007 silam.

Kemudian, Perdik juga menyebut saksi ahli lain yang dihadirkan dalam gelar perkara tidak sesuai dengan keahliannya. Termasuk, saksi ahli agama yang menafsirkan alquran.

Dia menilai Bareskrim seharusnya tidak perlu lagi menghadirkan saksi ahli agama dengan dalil MUI sudah menyatakan jika pernyataan Ahok telah menistakan agama. "Tidak perlu datangkan saksi ahli agama dengan banyak gelar, fatwa MUI saja sudah cukup," pungkas Perdik.

Ahok Pilih Kampanye

Di sisi lain, terlapor mantan Gubernur DKI nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama memilih mendatangi Rumah Lembang untuk menemui dan mendengar aduan warga. Ahok tiba di Rumah Lembang yang berlokasi di Jalan Menteng, Jakarta Pusat sekitar pukul 09.00 WIB.

Tak banyak menjawab pertanyaan wartawan terkait ketidakhadirannya di gelar perkara kasusnya, Ahok bergegas menuju lokasi pengaduan warga.

Di sana sudah menanti puluhan simpatisan pendukung calon gubernur DKI nomor urut dua dan sejumlah warga.

"Enggak ada kewajiban, tidak ada debat. Kita hanya memaparkan hasil dari berita acara. Saya kira tadi pagi, Prof Ito semalam meninggal. saya bilang pasti enggak keburu. Makanya saya melayat aja," katanya.

Ketua Kuasa Hukum Ahok, Sirra Prayuna mengatakan, kliennya tidak dapat hadir lantaran memilih untuk menemui warga yang akan melakukan pengaduan di Rumah Pemenangan Lembang, Menteng, Jakarta Pusat.

"Karena sudah sosialisasi menerima tamu warga di Rumah Lembang," tuturnya.

Sementara Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Habiburokhman kecewa terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang tidak hadir dalam gelar perkara atas dugaan penistaan agama di Markas Besar (Mabes) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang rencananya dibuka pukul 09.00.

"Harusnya dia hadir dong. Supaya kami bisa dengar bagaimana ceritanya menurut versi Pak Ahok," kata Habiburokhman.

Meski begitu, Habiburokhman mengatakan tidak bisa ikut campur dalam keputusan itu. Pasalnya, kata dia, hadir atau tidaknya pihak terlapor menjadi urusan pribadi terlapor. Padahal, Habiburokhman menilai dalam kasus ini akan jauh lebih baik kalau Ahok hadir dan bertemu langsung.

"Kesan saya Pak Ahok selalu menghindari dialog. Ingat tempo hari di MK (Mahkamah Konstitusi) kami mau kasih undangan dialog saja dia tolak dengan ketus," kataya.

Habiburokhman tidak mau berspekulasi soal ketidakhadiran Ahok ke Mabes Polri apakah ada kesan rasa ketakutan atau khawatir atas kasus yang menjeratnya. "Saya tidak tahu. Bisa jadi sebaliknya, mungkin dia over-confidence sehingga tidak menganggap penting dialog," ujar Habiburokhman.

Habiburokhman hadir dalam gelar perkara atas dugaan penistaan agama terhadap Ahok. Kehadiran Habiburokhman sendiri dalam rangka mendampingi Novel Bamukmin sebagai pelapor. "Saya selaku kuasa hukum pelapor Habib Novel Bamukmin hadir dalam gelar perkara kasus Ahok di Mabes Polri," katanya.

Habiburokhman berharap seluruh pejabat Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri bisa berpikir jernih dalam menangani kasus yang menjerat Ahok ini. "Semoga mereka diberikan kejernihan pikiran dan keberanian bersikap untuk meningkatkan kasus Ahok ke penyidikan," ujarnya.

Menurut Habiburokhman, pihak pelapor menilai alat bukti yang mereka miliki sudah cukup dan saling sesuai satu sama lainnya. Habiburokhman hakulyakin pidato Ahok soal Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 51 yang ia sampaikan saat kunjungan dinas ke Kepulauan Seribu tergolong penistaan agama.

Meski begitu, Habiburokhman mengatakan pihaknya akan menghormati proses hukum yang ada. Ia pun pasrah atas keputusan apapun dari Polri. "Sampai sejauh ini kami belum menyiapkan opsi langkah hukum jika hasil gelar perkara tidak sesuai harapan," tuturnya. (det/mer/yah/tic/lan)

Sumber: detik.com/merdeka.com

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO