Kampung Tempe Tenggilis Surabaya, Hebat Walau dalam Kondisi Gurem

Kampung Tempe Tenggilis Surabaya, Hebat Walau dalam Kondisi Gurem Tempe yang tengah dalam proses produksi. foto: Tari UTM/ BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Meski namanya kampung tempe, di Jl Tenggilis Kauman Gang Buntu, nyatanya pengrajinnya hanya 5 orang. Namun, jangan anggap sepele, meski hanya lima pengrajin, mereka sangat inovatif, dan memproduksi tempe dalam jumlah yang wow.

Memang, sebutan kampung tempe sudah disandang sejak tahun 1970, di mana seluruh kampung memproduksi tempe. Total pengrajin saat itu mencapai 270.

Sejalan dengan alih generasi, tak ada yang berminat untuk meneruskan usaha orang tuanya. Maka, jumlah pengrajin menyusut drastis, tinggal 5 orang. Namun, kemampuan mereka sudah bisa dikatakan di 'tingkat dewa'.

Salah satunya, Nur Hasan (59), yabg mengaku memproduksi tempe selama 47 tahun. Kini dia dibantu 4 karyawan. ”Usaha pembuatan tempe ini sudah turun temurun dan saya ini melanjutkan usaha ini dari generasi saya sendiri,” kata Nur Hasan.

Hasil tempe yang sudah jadi akan diambil pedagang. Per kotak dibandrol dengan harga Rp 50 ribu.

Per hari, Nur Hasan dapat menghabiskan 250 kg kedelai dan ragi tempe cukup seharga Rp 2 ribu.

Proses pembuatan tempe ini sama dengan proses pembuatan tempe biasanya. Pemberian ragi disesuaikan dengan kondisi cuaca, yaitu ketika panas pemberian ragi hanya sedikit, sedangkan cuaca dingin pemberian ragi cukup banyak. Hal ni dilakukan untuk mengurangi rasa asam pada tempe yang mengakibatkan tempe menjadi busuk.

“Keuntungan bersih saya per hari Rp 2 juta,” beber Nur Hasan, yang menjadi koordinator pengrajin tempe di kampungnya.

Sejalan dengan usaha tempe ini, Nur Hasan mengembangkan usaha kripik tempe. Kripik tempe dibandrol dengan harga Rp 10 ribu per kemasan. Biasanya Nur Hasan membuat 25 kemasan kripik tempe per hari, dan dikirimkan ke toko-toko.

Selain kripik tempe, para ibu-ibu di kampung ini juga membuat inovasi makanan berbahan dasar tempe. Kreasi ibu kampung ini adalah nugget tempe, brownies tempe, kue lapis tempe dan masih banyak lagi. Sayangnya, produk ini hanya disajikan ketika kampung ini mendapat kunjungan dari berbagai daerah, bahkan dari mancanegara.

Satu bulan sekali, kampung tempe dikunjungi wisatawan mancanegara. Hampir rata-rata yang menguujungi minimal 15 negara.

Satu minggu sebelum kunjungan, beber Nur Hasan, pihaknya akan dihubungi koordinator untuk diberitahukan tanggal kunjungan. Maka, Nur Hasan mempersiapkan makanan yang bahan utamanya adalah tempe.

Pembuatan makanan yang berasal dari olahan tempe ini dikoordinir oleh ibu-ibu di kampung tempe. Setiap ibu-ibu akan dibagi rata dengan olahan tempe. Kemudian para wisatawan dapat mencicipi hasil olahan ini.

Wisatawan juga dapat membawa pulang makanan ini dengan harga yang sudah ditentukan. Aktivitas ini dilakukan setiap bulan atau sebulan sekali kunjungan. (Tari/UTM)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO