Sengketa Lahan Pembangunan TPI, LBH Pijar Nusantara: Surat Keterangan Waris Cacat Hukum

Sengketa Lahan Pembangunan TPI, LBH Pijar Nusantara: Surat Keterangan Waris Cacat Hukum Hosin, salah satu ahli waris lahan yang dibebaskan Dinas Perikanan Kota Pasuruan untuk pembangunan TPI.

PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Pembebasan lahan yang dilakukan Pemkot Pasuruan untuk pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kelurahan Ngemplakrejo, Kecamatan Panggungrejo, berbuntut panjang.

Hosin, salah satu ahli waris dari lahan seluas ±36.020 meter persegi yang dibebaskan Pemkot melalui Dinas Perikanan, meminta bantuan LBH Pijar Nusantara agar mengadvokasi kasus tersebut. Hosin merasa dirugikan, lantaran namanya tidak masuk sebagai ahli waris pemilik lahan, sehingga tak mendapatkan ganti rugi atas pembebasan lahan.

Baca Juga: Sertifikat Ratusan Warga Tambaksari Dikembalikan, Tapi Ada yang Diambil Perangkat RT

Diketahui, kasus ini berawal dari lahan letter C seluas ±36.020 meter persegi milik B. H. Doel Wahab yang diganti rugi oleh Pemkot Pasuruan untuk pembangunan TPI. Namun, proses pembebasan itu disoal oleh Hosin, salah satu ahli waris. Ia menolak pembelian karena harga yang ditawarkan Pemkot terlalu murah, yakni Rp 149 ribu per meter persegi. Menurutnya, sesuai appraisal, seharusnya harga lahan tersebut Rp 400 hingga 500 ribu per meter.

Namun, singkat cerita, pada 1 Maret 2016 terbit Surat Pernyataan Waris dan Surat Keterangan Waris yang ditandatangani M. Rusmin Noeryadin selaku Lurah Ngemplakrejo saat itu.

Hal inilah yang membuat Hosin berang. Menurut Hosin, dirinya belum sepakat dengan ahli waris lain atas pelepasan lahan tersebut. "Bahwa telah terjadi beberapa kali mediasi antara keluarga ahli waris (Keluarga dari Ngemplakrejo, Keluarga dari Panggungrejo, dan Keluarga dari Tambaan), namun belum ada kesepakatan," ujar Hosin, seraya mengatakan jika surat pernyatan waris dan surat keterangan waris yang dikeluarkan oleh Lurah Ngemplakrejo dan Camat Panggungrejo cacat hukum. Hal ini dikarenakan tidak adanya persetujuan dari dirinya.

Baca Juga: Kasasi Ditolak MA, Putusan Onslag Tetap Diterima Terdakwa Dugaan Kredit Fiktif di Pasuruan

Terkait hal ini, Aries Jayadi S.H, advokat LBH Pijar Nusantara mempertanyakan keabsahan Surat Pernyataan Waris dan Surat Keterangan Waris yang diterbitkan Lurah Ngemplakrejo dan Camat Panggungrejo. Menurutnya, surat tersebut cacat hukum dan bisa batal demi hukum karena pembuatannya tak melibatkan ahli waris dari pewaris Hosin, yang mewakili Alm. H. Hamid alias Ghozali bin Bakar bin Mashuri bin B. H. Doel Wahab.

"Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah," paparnya.

"Merujuk putusan Mahkamah Agung No. 30.K/Pdr/1995, Putusan Mahkamah Agung No. 186/PK/Pdt/2005, dan Putusan Mahkamah Agung No. 428/PK/Pdt/2009 yang keseluruhannya tersebut memutuskan tentang perkara ahli waris dan surat keterangan hak waris, bahwa surat keterangan hak waris harus memuat seluruh nama-nama ahli waris yang secara sah hukum dalam garis lurus ke bawah maupun ke atas atau pun ke samping. Apabila ada nama-nama ahli waris yang sah dan berhak atas harta warisan namun namanya tidak tercantum dalam surat keterangan hak waris, maka surat keterangan hak waris tersebut mengandung cacat hukum dan dapat dibatalkan demi hukum, karena bertentangan dengan asas-asas hukum pewarisan," urainya.

Baca Juga: Merasa Ditipu, Warga Tambaksari Datangi Kajari soal Sertifikat Redistribusi

Ia juga menyadur Pasal 1471 dalam KUHPer, yang mempersyaratkan bahwa penjual harus lah pemilik dari barang yang dijual. "Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian, dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain," tuturnya.

"Akan tetapi jika tanah tersebut dijual setelah menjadi tanah warisan, maka yang memiliki hak milik atas tanah tersebut adalah para ahli waris sebagaimana diatur dalam Pasal 833 ayat (1) jo," lanjutnya.

"Unsur pidana dalam perbuatan jual beli tanpa seizin atau sepengetahuan ahli waris dalam perkara ini dapat dogolongkan sebagai perbuatan pidana, yakni perbuatan penggelapan dan atau perbuatan curang dan atau memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik, dan atau Kejahatan terhadap Asal-usul dan Perkawinan sesuai yang diatur dalam Pasal 372 dan atau, Pasal 385, dan atau Pasal 266, dan atau Pasal 277 KUHP," pungkasnya. (par/rev)

Baca Juga: Dugaan Penyelewengan PAD Arjosari Rp140 Juta, Ketua BPD Beri Penjelasan Berikut Rinciannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO