Warga Desa Babakan Keluhkan Pungutan Pengurusan Sertifikat Program PTSL

Warga Desa Babakan Keluhkan Pungutan Pengurusan Sertifikat Program PTSL Ratusan warga saat mengurus pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di balai Desa Babakan Kecamatan Padang. Mereka mengeluh dipungut hingga jutaan rupiah.

LUMAJANG BANGSAONLINE.com – Sertifikasi tanah lewat pendaftaran tanah sistematis lengkap () dari pemerintah yang digembar-gemborkan gratis, ternyata tidak sesuai harapan. Ratusan warga Desa Babakan, Kecamatan Padang mengaku dipungut biaya dalam pengurusan sertifikat .

Nilainya berbeda-beda, mulai Rp 360 ribu, 800 ribu, ada juga yang sampai Rp 1,7 juta, hingga paling tinggi Rp 3 juta. Uang tersebut disodorkan saat para petugas desa mendata kepemilikan tanah warga.

Data yang diterima media ini, sekitar 750 Kepala Keluarga mengurus . Lantaran banyak, pihak desa membagi menjadi tiga tahap. Kemarin merupakan tahap ketiga. Warga mengeluh karena ada biaya yang dinilai terlalu mahal.

Muhammad (34), salah satu warga yang ikut dalam antrean mengurusan sertifikat mengaku tidak pernah ada kesepakatan pembayaran. Meski demikian, dia tetap terpaksa menyediakan uang.

"Biar cepat selesai sudah. Meski Rp 3 juta gak papa. Mau gimana lagi," keluhnya.

Selain itu, ada juga SR warga Desa Krasak, Kecamatan Kedungjajang yang mengakui adanya pengutan tersebut. Pihaknya mengantarkan istrinya yang sedang mengurus karena mertuanya meninggal dunia. Ia mengaku harus mengelurkan uang Rp 800 ribu. Lelaki yang juga perangkat desa di Kecamatan Kedungjajang ini jengkel dengan pungutan ini.

"Di Desa saya juga ada penarikan. Namun harganya maksimal hanya Rp 300 ribu. Di sini mahal," kesalnya.

Sementara itu, Matasid, Kades Babakan bersikukuh panarikan tarif tersebut sudah ada kesepakatan di awal. Awalnya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sempat meminta sampai Rp 4 juta. Tapi dia memutuskan maksimal hanya Rp 500 ribu. "Harganya variatif, ada yang Rp 360 ribu hingga Rp 500 ribu," kata dia.

Dia menilai penarikan biaya tersebut sudah menjadi hal biasa. Bahkan desa lain sudah menerapkannya. Bahkan menurut kesepakatan BPD, ada tingkatan sesuai luas tanah. Namun dirinya tidak memberlakukan usulan tersebut. Dia berdalih masih memakai hati nurani dalam menentukan kebijakan.

Dikonfirmasi adanya dugaan pungutan itu, Tuguh Yogyantoro Kepala Seksi 1 Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (), mengatakan sertifikasi tanah tersebut adalah proyek nasional (prona). "Anggarannya sudah ada dari APBN," ucapnya.

Semua pembiayaan dari administrasi dengan sertifikat akan dibiayai oleh pemerintah alias gratis. Namun jika ada pungutan yang lain, maka akan diserahkan pada desa. "Tentunya ada kesepakatan antara desa dan warga," katanya.

Dia juga enggan mengatakan bahwa BPN ingin ikut campur dalam penarikan tersebut. Karena BPN mengeluarkan sertifikat sudah ada ketentuannya. Biaya tranportasi dan segalanya sudah ada anggarannya.

Pengurusan Sertifikat Sesuai Perbup Nomor 19 Tahun 2018 terkait biaya operasional, meliputi, penyediaan alat bukti perolehan kepemilikan tanah, patok batas terpasang, materai Rp 6.000 terpasang, biaya lain terkait yang dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, ada juga biaya akibat adanya peralihan tanah. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh), dan Biaya Pembuatan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. Besaran biaya berdasarkan keputusan BPN dan Mendagri dan Menteri PDTT.

Terpisah, Lilik Dwi Prasetya Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Lumajang mengatakan pengutan yang dilakukan pemerintah desa tersebut memang diperbolehkan. Tetapi dengan syarat ada persetujuan tertulis.

"Jika tidak tertulis, ya kategori pungli," tegasnya.

Persetujuan tersebut harus disetujui 3 belah pihak. Pemerintah Desa, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan warga. "Pungutan tersebut tidak besar, hanya ratusan," ujarnya sembari terkejut ketika diberitahui terkait adanya pungutan hingga jutaan rupiah. (ron/ns)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO