​Cak Imin Diperiksa KPK dalam Kasus Suap PUPR, Hanif Dhakiri yang Dampingi Ngaku Tak Ngerti

​Cak Imin Diperiksa KPK dalam Kasus Suap PUPR, Hanif Dhakiri yang Dampingi Ngaku Tak Ngerti A Muhaimin Iskandar (kiri) pakai baju putih gelap saat datang di Gedung KPK Jalan Kuningan Persada Jakarta pukul 10.10 WIB, Rabu (29/1/2020). foto: istimewa

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - A Muhamin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa () akhirnya datang memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Datang pada pukul 10.10 WIB di Gedung KPK, Cak Imin – panggilan akrabnya – memakai baju putih jaket warna gelap, diantar dua loyalisnya di . Yaitu Hanif Dhakiri, mantan Menteri Tenaga Kerja RI dan Eko Putro Sandjoyo, mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Begitu Cak Imin naik tangga ke tempat pemeriksaan, Hanif Dhakiri dan Eko Putro menunggu di lobi bawah gedung KPK. Namun ia tak mau menjawab pertanyaan wartawan. “(Saya) nganter-nganter aja,” kata Hanif ketika para wartawan menanyakan tentang kedatangan Cak Imin ke Gedung KPK. “Ndak ngerti-ndak ngerti,” katanya lagi. “Nanti aja nunggu keterangan…,” katanya.

Baca Juga: Pimpinan DPRD Kabupaten Pasuruan Periode 2024-2029 Resmi Dilantik, PKB Kembali Pegang Orang Nomor 1

Namun Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri mengungkapkan bahwa Cak Imin akan diperiksa dalam kasus dugaan korupsi menerima hadiah terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2016.

" (anggota DPR RI Fraksi ) saksi HA [Hong Artha] TPK menerima hadiah terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016," kata Ali Fikri, dalam keterangan tertulisnya dikutip CNN, Rabu (29/1).

Agenda ini merupakan penjadwalan ulang terhadap Muhaimin. Sebelumnya, pada November 2019, ia yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR mangkir dari pemeriksaan KPK. Saat itu Laode M Syarif, Wakil Ketua KPK menyebut saksi yang dipanggil KPK mau datang ke Gedung KPK ketika KPK dipimpin Firli Bahuri.

Baca Juga: 3 Anggota Dewan Ditetapkan Sebagai Pimpinan DPRD Trenggalek

"Informasi intelijen kami, ada yang menunggu nanti komisioner yang akan datang saja. Jadi sekarang enggak mau. Ada juga begitu, ini kami jujur saja," ujar Laode M Syarif dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (27/11).

Hong Arta John Alfred merupakan Komisaris PT Sharleen Raya. Ia ditetapkan KPK sebagai tersangka lantaran diduga memberikan suap kepada sejumlah pihak terkait proyek-proyek PUPR, di antaranya kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp8 miliar dan Rp2,6 miliar pada pertengahan 2015.

Hong Arta juga diduga memberikan suap kepada mantan anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp1 miliar pada November 2015.

Baca Juga: Gus Irsyad Batal Dilantik Jadi DPR RI, Massa SGI Geruduk KPU Kabupaten Pasuruan

Atas perbuatannya itu, Hong Arta dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Wakil Ketua KPK kala itu, Basaria Panjaitan menyebut Hong Arta merupakan tersangka ke-12 dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan jalan di Kementerian PUPR. KPK sebelumnya telah menetapkan 11 orang sebagai tersangka dalam kasus suap terkait perkara ini.

Mereka di antaranya Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir, mantan anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti, Julia Prasetyarini, Dessy A Edwin, Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng.

Baca Juga: Luluk-Lukman Sapa Warga Gresik Selatan, Janji Tuntaskan Banjir dan Pengangguran

Kemudian mantan anggota Komisi V DPR Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainudin, Yudi Widiana, mantan Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary, serta Bupati Halmahera Timur Rudy Erawan.

Musa Zainuddin adalah anggota DPR RI dari yang kini mendekam di lapas Sukamiskin Jawa Barat. Ia divonis 9 tahun. Ia mengajukan diri sebagai justice collaborator karena ingin membongkar kasus ini. Namun pengajuannya itu belum diterima oleh KPK. Musa Zainuddin inilah yang mengungkap kepada Majalah Tempo bahwa uang suap yang diterima dari proyek PUPR itu sebesar Rp 7 miliar. Namun ia mengaku hanya menikmati uang haram itu Rp 1 miliar. Sedang uang suap yang Rp 6 miliar ia mengkalim disetor kepada Muhaimin lewat Jazilul Fawaid, wakil ketua umum DPP yang kini wakil ketua MPR RI. (tim) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sejumlah Pemuda di Pasuruan Dukung Muhaimin Maju Calon Presiden 2024':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO