Curhat ke Dewan Soal Kasusnya, Rachmawati: Ini Grand Design untuk Bungkam Pejuang Demokrasi

Curhat ke Dewan Soal Kasusnya, Rachmawati: Ini Grand Design untuk Bungkam Pejuang Demokrasi Rachmawati Soekarnoputri (kiri) menangis saat memberikan penjelasan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/1). foto: merdeka.com

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Tersangka , Rachmawati Soekarnoputri mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengadu terkait status yang disandangnya, Selasa (10/1).

Rachmawati diterima oleh Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon serta anggota Komisi III Supratman Andi Agtas dan Wenny Warouw. Pada kesempatan tersebut, Rachma menceritakan mengapa ia sampai ditetapkan sebagai tersangka makar oleh aparat kepolisian.

Dirinya mengaku tidak tahu mengapa sampai diciduk oleh aparat kepolisian pada Jumat (2/12/2016), sebab ia merasa tidak melakukan kesalahan apalagi sampai melakukan makar.

"Kami pada tanggal 2 Desember 2016 pagi ditangkap dengan surat penangkapan yang dibuat oleh seorang polisi berpangkat Kombes dari Polda Metro Jaya. Kami ditangkap dengan tuduhan makar atau permufakatan jahat," kata Rachma di Gedung DPR dikutip dari Tribunnews.com.

Rachma menolak keras bahwa ia disebut akan melakukan makar pada 2 Desember 2016. Dirinya mengaku pada saat tanggal 2 Desember 2016 ia hanya ingin berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR untuk menyuarakan agar UUD 1945 kembali pada teks aslinya.

"Saya sudah memberitahu ke polisi akan melakukan aksi di luar Gedung MPR/DPR. Ada sebanyak 20 ribu massa yang akan lakukan unjuk rasa," ujarnya.

Di tengah mencurahkan hati kepada pimpinan DPR, Rachma tak kuasa menahan tangisnya. Tangisnya pecah seketika saat dirinya harus sampai dituduh melakukan makar oleh pihak kepolisian.

"Jadi bagaimana yang dikatakan makar saya tahu. Kami hanya ingin menyampaikan petisi ke MPR," kata Rachma yang diikuti tangis.

Para hadirin yang hadir di ruangan tersebut pun terdiam saat Rachma meneteskan air mata. Beberapa orang terlihat mendatangi Rachma untuk memberikan tisu kepada adik Megawati Soekarnoputri itu.

Rachma melanjutkan penjelasannya terkait status tersangka yang disandangnya. Namun, air mata terlihat semakin deras mengalir membasahi wajahnya.

"Kami kalau mau makar pasti mengepung Istana, bukan berniat datang ke sini (Gedung MPR/DPR). Ini saya lihat ada by desain dalam kasus ini. Kami berharap pada bapak-bapak agar kasus ini di SP3 agar tidak berlarut-larut," katanya.

Rachmawati juga membantah uang Rp 300 juta yang dikirimkan kepada tersangka lain Alvin Indra akan digunakan untuk membiayai operasional aksi makar. Rachmawati menduga ada rekayasa untuk memfitnah dirinya sebagai penyandang dana makar.

"Ada yang fitnah saya dapat sponsor. Ini Fitnah. Ini semua fitnah. Yang saya bilang ini saya duga ada grand design untuk pembunuhan karakter kepada pejuang demokrasi. Kami pejuang demokrasi yang kritis ini dibungkam," kata Rachmawati dikutip dari Merdeka.com.

Kendati demikian, putri proklamator ini mengakui uang Rp 300 juta itu berasal dari deposito pribadinya. Uang tersebut rencananya akan digunakan untuk pembiayaan logistik aksi menyampaikan petisi agar kembali ke UUD 1945 di depan Gedung DPR/MPR pada 2 Desember 2016.

Dia menegaskan, aksi tersebut bukan untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo tetapi mengembalikan UUD 1945 menggantikan UUD hasil amandemen sekarang. Aksi itu gagal karena belasan aktivis ditangkap pada 2 Desember dini hari.

"Betul itu saya yang kasih. Waktu itu kan mereka mau demo saya kasih logistik. Mereka minta logistik makan minum. Saya ini kan hidup di dunia kampus ya saya biasa itu kasih transport. Kalau Rp 300 juta dibagi 20 ribu orang berapa itu? 15 ribu ya, apa cukup itu? Paling cuma makan bakso," tegasnya.

Ditambahkannya, uang tersebut bukan berasal pihak lain. Uang Rp 300 juta itu adalah hasil dari pekerjaannya memimpin Kampus Universitas Bung Karno.

"Itu memang dari saya pribadi, hasil jerih payah saya bertahun-tahun," pungkas dia.

Sementara itu, para tokoh nasionalis yang dituduh berbuat makar meminta DPR untuk mendesak Kepolisian menghentikan proses hukum yang menjerat mereka.

Hal itu sebagaimana disampaikan kuasa hukum Ratna Sarumpaet, Kris Triwahyudi saat para tokoh yang dituduh makar beraudiensi dengan Wakil Ketua DPR Fadli Zon di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/1).

Dijelaskan Kris bahwa para tersangka dugaan makar tidak terikat dalam satu hubungan kerjasama secara intensif untuk menggulingkan kekuasaan yang sah.

Bahkan di antara mereka tidak mengenal secara pribadi melainkan hanya pertemanan biasa, sehingga tidak jelas bagaimana peran masing-masing dalam aktivitas makar yang dituduhkan.

"Dan masyarakat mengenal mereka sebagai orang yang kritis dalam menyikapi persoalan politik, terutama kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama," ujar Kris dilansir RMOL.co.

Atas dasar itu, pihaknya berharap agar pimpinan DPR dapat mengingatkan Polri untuk mempertimbangkan mengeluarkan SP3 terhadap para tokoh tersebut.

Sedangkan kuasa hukum Rachmawati Soekarnoputri, Komarudin Simanjuntak melihat banyak hal mendasar untuk menghentikan proses hukum kasus dugaan makar. Selain tidak mendasar, tuduhan makar juga sangat lemah dalam hal pembuktian.

"Sebab dari beberapa kali pemeriksaan sampai saat ini tidak punya bukti atas tuduhan itu, " tegasnya.

"Kalau bukti lemah dan terus dilanjutkan, maka hanya akan menghabiskan energi dan bisa memicu persoalan baru bagi bangsa ini," kata Komarudin.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mendukung dihentikannya proses hukum kasus dugaan makar yang dilakukan sejumlah tokoh.

"Tadi Abis menerima tokoh Rachamawati, ada juga Kivlan dan teman-teman lain yang dituduh melakukan makar dan melawan hukum, mereka jelaskan apa yang terjadi dan apa keinginan mereka pada DPR," kata Fadli Zon.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini mengatakan dalam pertemuan sekitar satu jam setengah dengan para tokoh tersebut yakni Rachmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Firza Husen, Hatta Taliwang, Ahmad Dhani, banyak hal yang diadukan kepadanya.

Dan setelah mendengarkan aduan para tokoh tersebut, Fadli melihat ada yang perlu didalami dalam proses penangkapan 11 orang yang dituduh akan melakukan makar.

"Mereka (para tokoh terduga makar) ingin perkara ini dihentikan. Dan alasannya pun kuat. Kalau tidak ada bukti nyata, hanya analogi, mimpi-mimpi sebaiknya dihentikan sajalah perkara ini. Lebih baik energi bangsa bisa untuk hal-hal yang lebih positif," harapnya.

Politikus Gerindra ini menambahkan kalau pihaknya tidak percaya kalau Rachmawati Cs mau makar, ataupun melakukan pemufakatan jahat.

Sebab menurut Fadli Zon, yang diinginkan oleh para tokoh itu hanya ingin melakukan pertemuan dengan MPR. "Yang mereka lakukan juga terbuka transparan, mereka kan tokoh politik, mereka ingin hadir di MPR, itu kan saluran yang konstitusional," katanya.

Pihaknya pun mengimbau kepolisian untuk tidak melanjutkan kasus itu. Apalagi kalau tidak ada yang nyata dari tuduhan tersebut.

"Saya akan teruskan aspirasi ke Komisi III sesuai keinginan mereka," kata Fadli.

Di sisi lain, Polda Metro Jaya menegaskan pihaknya tidak main-main untuk membongkar kasus dugaan makar yang dilakukan oleh Rachmawati Soekarnoputri dan sejumlah tokoh. Bahkan, pihak Polda menyebut akan menelusuri hingga ke 'lubang tikus'.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, penyidik saat ini masih terus menyelidiki siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut.

"Itu kan dari cara bertindak kepolisian untuk menyelidiki suatu permasalahan (makar), semua kita lakukan sampai lubang tikus pun kita cari," ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, dilansir Republika.co.id, Selasa (10/1).

Sebagai informasi, hingga saat ini polisi telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka kasus dugaan makar, yaitu Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin Indra, Rachmawati Soekarnoputri. Ketujuh orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka sejak awal penangkapan menjelang aksi 212 di Monas pada Jumat, 2 Desember 2017 lalu.

Setelah itu, polisi juga menetapkan tiga tersangka lainnya dengan kasus yang sama, yaitu Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Hatta Taliwang. Kesepuluh tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 107 Jo 110 Jo 87 KUHP tentang Makar dan Permufakatan Jahat.

Argo menambahkan, para tersangka tersebut juga sempat mengadakan puluhan pertemuan yang diduga membahas perencanaan makar. Kata dia, pertemuan tersebut dilakukan selama sebulan sebelum aksi 212. "Banyak puluhan pertemuan, nanti di pengadilan disampaikan. Lebih dari 10 kali pertemuan," kata Argo. (tribunnews.com/merdeka.com/rmol.com/republika.co.id)

Sumber: Tribunnews.com/Merdeka.com/Rmol.com/Republika.co.id

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO