Sementara itu dari kalangan partai pendukung yang tidak setuju dengan JK dapat kembali dicalonkan menjadi cawapres Jokowi berusaha melakukan berbagai langkah dan manuver politik. Opini dan wacana dibangun serta lobi digiatkan ke berbagai pihak.
Salah satu partai yang cukup punya kepentingan terbesar dan sangat “getol” mendorong ketua umumnya mendampingi Jokowi adalah Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar yang dikoordinasikan oleh Rizal Mallarangeng melalui gerakan relawan Golkar Jokowi atau GoJo. Dengan Gojo ini maka tim Airlangga Hartarto mencoba mambangun isu cukup agresif dan massif seperti anti demokrasi, otoriterisme, dan anti reformasi kepada JK sehingga dapat membentuk opini publik dengan tujuan dapat mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung keputusan MK serta keputusan Jokowi.
Gerakan Gojo Rizal Mallarangeng ini digencarkan sehingga nantinya mampu menarik perhatian Jokowi kepada Golkar, khususnya Airlangga ataupun nantinya Golkar dapat berperan lebih dalam koalisi apabila Jokowi kembali menang. Tentu saja Golkar sebagai partai besar dengan hilangnya JK dari kandidat Cawapres Jokowi akan mempunyai posisi tawar besar dibandingkan dengan partai pendukung lainnya.
Politik memang kadangkala tidak mengenal etika, jasa dan kontribusi seseorang. Manuver yang dilakukan oleh Airlangga Hartarto dan Rizal Mallarangeng dapat dikatakan “Air Susu Dibalas Air Tuba” kepada Jusuf Kalla meskipun sebenarnya dalam politik hal ini merupakan langkah biasa. Namun hal ini bisa sangat jauh dari semangat kesantunan Politik Jokowi.
Jusuf Kalla sebagai senior dan sepupu Partai Golkar telah berjasa besar khususnya menyatukan kembali Partai Golkar yang sempat mengalami dualism kepengurusan antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono serta mendorong dan mendukung Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Jusuf Kalla juga membukakan jalan Golkar masuk dalam koalisi partai pendukung Jokowi sehingga Partai Golkar mendapatkan jatah Menteri dari Jokowi-JK. Airlangga dan Rizal seakan lupa atas jasa JK. Dalam kasus ini, JK diserang dan ditekan dari partainya sendiri, partai selalu setia dia perjuangkan kepentingannya.
JK memang sesungguhnya bukan lawan biasa bagi para ketua umum partai. Dengan pengalaman dan senioritas dalam politik, JK dianggap masih sangat dibutukan oleh Jokowi, khususnya kemampuan JK yang dikenal piawai di dalam membangun dialog dan andal di dalam mencari solusi.
Sementara itu sosok Airlangga belum dapat menandingi sosok JK, prestasi Airlangga sebagai Menteri Perindustrian nihil dari prestasi. Tidak lahir sebuah terobosan dari tangan Airlangga dalam mendorong industri. Saat ini tren deindustrialisasi dihadapi dunia usaha karena tidak mampu melahir produk lokal. Industri justru didominasi produk impor. Dengan nihilnya prestasi Airlangga selama menjadi menteri, tentunya sangat berisiko bagi elektabilitas Jokowi.
Politik dengan adu gagasan dan opini yang sedang dibangun oleh berbagai pihak yang berkepentingan atas keputusan MK Diharapkan MK tidak terpengaruh sehingga dapat membuat keputusan dengan pertimbangan rasional, adil, demokratis yang berlandaskan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dengan sikap mandiri dan independen, sehingga tidak mencederai hak konstitusi warga negara dan kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.
*) Penulis merupakan Pengamat Politik Madjid Politika dan Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News