Sumamburat: Kemalangan Malang?

Sumamburat: Kemalangan Malang? Suparto Wijoyo.

Sebagian pegiat lingkungan Malang saat itu secara cerdas sudah menerka: dengan pembangunan kawasan properti dan perhotelan yang kian merayap, Malang pasti tergenang. Sebuah "cuatan ilmu" yang terukur sebelum Malang "tenggelam". Semua sudah mafhum mengingat sepuluh tahun terakhir sebelum dilakukan pengembangan perumahan besar-besaran saja, Malang sudah banyak mengalami pencemaran. Kini frekuensi banjir yang menjadi kemalangan tersendiri. Bencana ini tidak terelakkan menjadi “ritual musiman” di tahun mendatang apabila “telaga perkotaan tidak dipersiapkan” sesuai pula dengan ilmu iklim.

Berbagai pustaka menunjukkan bahwa mengkonstruksi wilayah sesuai dengan kondisi iklim merupakan opsi utama yang searah dengan pembangunan polis (negara kota) sejak di era Yunani. Pembangunan negara kota ini pada mulanya lahir sebagai wadah ajaran demokrasi - yang kini dikembangkan menjadi tipe idel tata kelola urban yang partisipatoris dengan pendekatan ekologis. Model penataan ini dikualifikasi memasuki rumpun pembangunan kota berkelanjutan (sustainable city). Inilah pembangunan kota yang futuristik dengan mengintegrasikan secara harmonis antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pembangunan yang menegasikan “trisula ekonomi-sosial-ekologi” diyakini akan mendegradasi Malang menuju kemalangannya.

Dengan berbasis pendekatan lingkungan, tidak ada lagi ungkapan bahwa banjir dan longsor itu disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Ingatlah, hujan itu rahmat, bukan laknat. Mengapa berkah air hujun berubah menjadi bencana yang menyengsarakan warga negara? Pasti ada yang salah dalam memanage wilayah. Pemimpin daerah Malang Raya wajib bersinergi membangun daerahnya dalam matra nasional bersendikan ekosistem daerah. Jangan sampai kalau di musim penghujan sibuk membenahi jalan, membuat sumur resapan, membersihkan gorong-gorong, sementara di musim kemarau ramai-ramai tanam pohon, dan rakor dari kantor ke kantor. Ini namanya pembangunan salah mongso, gagap klimatologis.

Khalayak ramai telah memahami bahwa banjir yang melanda banyak wilayah Indonesia saat ini telah melakonkan kembali cerita lama kepiluan sebuah kota dengan ungkapan vulgar nan sinis sebagaimana ditulis Kunstter: tragic sprawl scope of cartoon architecture, junked cities and ravaged country side. Penataan Malang membutuhkan penguatan wawasan lingkungan pengemban wewenang pemerintahan. Mewujudkan wilayah dengan gedung-gedung jangkung yang angkuh tanpa RTH yang memadai sudah sering terbukti mengalami kelumpuhan melawan banjir bandang.

*Dr H Suparto Wijoyo: Esais, Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga serta Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO