​Pengaduan Soal Pencemaran Limbah Pabrik Pengolahan Karet PTPN XII Direspons Polda Jatim

​Pengaduan Soal Pencemaran Limbah Pabrik Pengolahan Karet PTPN XII Direspons Polda Jatim Kondisi sungai Dusun Sumberejo, Desa Pondokrejo, Kecamatan Tempurejo yang diduga tercemar limbah cair hasil pengolahan karet Pabrik PTPN XII Kebun Glantangan.

JEMBER, BANGSAONLINE.com - Pencemaran sungai yang diduga dilakukan oleh pabrik pengolahan karet Kebun Glantangan berlanjut dengan aduan masyarakat melalui laporan kepada Polda Jatim. Laporan itu dibuat oleh aktivis dan LSM Kuda Putih Jember.

Surat aduan itu juga ditembuskan tersebut ke DPRD Provinsi Jatim, Gubernur Jatim, Dirut Wilayah Jatim, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jatim, dan juga DPRD Jember.

Menurut Ketua LSM Kuda Putih Slamet Riyadi, pilihan mengirim surat tersebut dilakukan agar ada perhatian dari dinas terkait, lembaga legislatif, dan pihak perusahaan tentang bahaya lingkungan. Sehingga pencemarant idak terus menerus dilakukan pihak pabrik.

Pasalnya, ada ratusan warga di sepanjang sungai Dusun Sumberejo, Desa Pondokrejo, Kecamatan Tempurejo yang terdampak bau menyengat dari pembuangan limbah cair pengolahan karet Pabrik Kebun Glantangan itu. 

Bertahun-tahun lamanya warga harus menghirup aroma tidak sedap dari limbah yang dibuang begitu saja di aliran sungai setempat. Bahkan sejak tahun 1983-an warga hanya bisa pasrah dan mengeluh dengan kondisi tersebut.

"Waktu kita turun ke lokasi tanggal 2 Juni kemarin, saya dapat merasakan sendiri efek dari limbah tersebut pada tangan dan kaki saya yang terasa gatal dan bau yang menyengat. Bahkan pulang dibersihkan dengan sabun, bau menyengatnya bahkan menempel," kata Slamet saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (4/6/2020).

Karena hal itulah, kata Slamet, pihaknya langsung mengambil tindakan berkirim surat ke Manajer Kebun Glantangan keesokan harinya.

"Tujuannya untuk menghentikan produksi pada pabrik karet tersebut, sampai IPAL dari pabrik diperbaiki sesuai dengan peraturan perundang undangan, karena menurut pengakuannya IPAL yang ada rusak. Bahkan kami harap, pihak Kebun Glantangan harus memberikan kompensasi kepada masyarakat sekitar yang selama ini telah menjadi korban dari limbah tersebut," ujarnya.

Namun karena belum mendapat jawaban, maka Slamet pun berkirim surat pengaduan.

"Yang salah satunya laporan ke Polda Jatim, pagi tadi saya sudah dapat jawaban, tapi ditunggu untuk agar ada tabayyun antara pihak pabrik dengan warga. Namun jika tidak, toh surat ini juga sudah saya tembuskan ke Komisi D DPRD Jatim, Gubernur Jatim, Direktur Utama Jatim, dinas terkait, dan Komisi B DPRD Jember. Agar ada perhatian karena dampaknya ke masyarakat," ungkapnya.

"Apalagi sungai itu dimanfaatkan warga, dan alirannya sampai ke Sungai Mayang yang lebih besar. Bayangkan dampaknya ke lingkungan secara luas," sambungnya.

Slamet menduga pembuangan limbah itu dilakukan secara sengaja. "Karena apa yang dilakukan sudah bertahun-tahun, bukannya dua atau tiga kali, yang kita anggap lupa atau mungkin bocor. Sehingga tentunya hal ini, pencemaran yang dilakukan bisa berujung pidana," tegasnya.

Sehingga pihaknya masih menunggu untuk langkah konkret berikutnya. "Tindakan pembuangan limbah ini sangat tidak manusiawi, karena kita tahu air kepentingannya cukup besar bagi manusia. Kalau dibiarkan, khawatir warga terkena imbas 3B (Bahan Berbahaya dan Racun) semakin lama dari beberapa generasi," katanya.

Diketahui sebelumnya, Manajer Kebun Glantangan Marhalim berdalih terkait pencemaran sungai akibat limbah pengolahan karet di pabriknya, karena beberapa tahun belakangan ini IPAL di pabriknya rusak. Pihaknya mengaku sudah meyakinkan jajaran direksi untuk melakukan perbaikan. 

"Alhamdulilllah sejak tanggal 19 kemarin sudah mulai dilakukan perbaikan. Saat ini lanjut lagi kerjanya setelah kemarin sempat terhenti libur lebaran. Juga kemarin kan mengirimkan bahannya ke pabrik kami untuk perbaikan," kata Marhalim saat dikonfirmasi lewat ponselnya.

Marhalim mengungkapkan, dirinya tidak bermaksud membiarkan pencemaran sungai itu terus dilakukan. "Karena kita sadar untuk tidak mencemari lingkungan, terkait rusaknya IPAL dan dampaknya ke lingkungan aliran sungai terjadi beberapa tahun belakangan ini, bukan sejak lama. Sekarang proses perbaikan," ungkapnya.

Marhalim menjamin proses perbaikan IPAL tidak butuh waktu lama. "Kurang lebih 40 harian, selanjutnya bisa digunakan lagi tanpa mencemari lingkungan," pungkasnya. (ata/yud)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO