Ulama Harus Jujur dan Independen, Tidak Diplomatis, dalam Fatwa Vaksin

Ulama Harus Jujur dan Independen, Tidak Diplomatis, dalam Fatwa Vaksin Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A., (pakah jas) dalam acara silaturahim para pengurus Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) dan wali santri Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Hotel Tanjung Asri Banyuwangi, Jumat (2/4/2021). foto: mma/ bangsaonline.com

BANYUWANGI, BANGSASONLINE.com – Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A. minta ulama atau kiai jujur dan independen dalam memberikan fatwa Vaksin AstraZeneca agar tidak menjerumuskan pemerintah dan rakyat Indonesia. Menurut Kiai Asep, ada indikasi fatwa ulama tidak sama dan bahkan berubah-ubah sesuai kepentingannya.

Hal itu disampaikan Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim dalam acara silaturahim Wali Santri Pondok Pesantren Amanatul Ummah dan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) di Hotel Tanjung Asri Banyuwangi, Jumat (2/4/2021).

“Harus jujur. Dalam fatwa harus obyektif, jangan diplomatis. Karena ulama inilah yang punya otoritas tentang agama,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu di depan ratusan pengurus Pergunu dan wali santri Pondok Pesantren Amanatul Ummah.

“Jangan karena diminta fatwa oleh pemerintah lalu kita memberi fatwa disesuaikan dengan keinginan pemerintah. Ulama dan kiai harus independen dan mengutamakan kepentingan agama dan umat,” tegas kiai miliarder tapi dermawan yang saat pilpres aktif kampanye memenangkan Jokowi-Kiai Ma’ruf Amin dengan biaya sendiri itu.

Kiai Asep menyoroti rilis Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) soal Vaksin AstraZeneca. Menurut rilis LBM PBNU, Vaksin AstraZeneca mubah (boleh) digunakan. Karena bukan saja tidak membahayakan, tapi juga suci.

“Dengan demikian, Vaksin AstraZeneca boleh disuntikkan ke dalam tubuh manusia meskipun dalam kondisi normal, apalagi dalam kondisi darurat,” tulis putusan bahtsul masail LBM PBNU Nomor 01 Tahun 2021 Tentang Pandangan Fikih Mengenai Penggunaan Vaksin AstraZeneca, tanggal 29 Maret 2021.

Kiai Asep mengaku tak sepakat dengan hasil rilis LBM PBNU itu. Begitu juga dengan hasil LBM PWNU Jawa Timur yang menghukumi vaksin AstraZeneca suci. Lebih-lebih dengan fatwa Ketua MUI Jawa Timur KH Mutawakkil Allah yang menganggap Vaksin AstraZeneca halalan thayyiban.

Kiai Asep menpertanyakan, Vaksin AstraZeneca dihukumi suci karena tidak mengandung babi dari awal pemrosesan atau justru di tengah pemrosesan. “Kalau tidak mengandung babi di tengah pemrosesan, maka hukumnya haram,” tegas Kiai Asep.

“Ini beda dengan Sinovac yang pakai kera. Vaksin AstraZeneca pakai tripsin pankreas babi. Kalau pakai babi kan penyuciannya harus pakai tanah. Tapi kalau pakai tanah kan buyar, gak jadi vaksin,” terang kiai ahli ilmu fisika dan matematika itu.

Kiai Asep justru sepakat dengan fatwa MUI Pusat yang menghukumi Vaksin AstraZeneca haraman mubahan liddlarurat (haram tapi boleh digunakan karena darurat). Menurut dia, fatwa MUI pusat itu lebih jujur dan obyektif.

Kiai Asep menghukumi Vaksin AstraZeneca haram mutlaqan (haram mutlak) bagi Pondok Pesantren Amanatul Ummah. 

“Sekarang kita lihat, apakah masyarakat ikut fatwa mereka atau tidak. Faktanya sekarang masyarakat jauh lebih banyak yang menolak Vaksin AstraZencca,” kata Kiai Asep mengungkap sejumlah fakta di beberapa daerah.

“Bahkan beberapa orang etnis Tionghoa datang ke tempat saya. Mereka tak mau divaksin,” kata Kiai Asep sembari minta agar para ulama dan kiai muhasabah (instrospeksi) karena fatwanya makin tidak ditaati masyarakat.

Karena itu, Kiai Asep minta ulama dan kiai jujur dalam memberikan fatwa. “Risikonya berat jika ulama tidak jujur dalam memberikan fatwa. Kita harus merenung, kenapa di negara kita selalu ada musibah. Kasus terbakarnya kilang minyak milik Pertamina di Balongan Indramayu Jawa Barat itu menyebabkan pemerintah mengalami kerugian besar,” kata Kiai Asep.

Menurut Kiai Asep, dalil istihalah sangat tidak tepat dan hanya akan menjadi pintu masuk untuk menghalalkan produk yang mengandung unsur babi. Selain itu, kata Kiai Asep, istihalah dan istihlak tertangkal oleh intifak.  

“Buktinya apa? Jadi vaksin! Tanpa ada pankreas babinya tak akan jadi vaksin. Keharaman intifak, baru pada pemikiran saja sudah haram, apalagi sudah ada realisasinya,” tegas kiai yang fasih bahasa Inggris dan bahasa Arab itu.

Kiai Asep mengaku mendukung . Tapi untuk Vaksin AstraZeneca, menurut dia, jelas haram mutlak. Karena itu kiai gemar sedekah itu memberi jalan tengah: distribusikan saja Vaksin AstraZinovac itu ke wilayah non muslim.

“Berikan pada wilayah yang tidak mempersoalkan halal-haram, yang tidak mempersoalkan babi, atau terbiasa makan babi. Jangan diberikan pada umat Islam, apalagi Jawa Timur banyak pesantrennnya” kata Kiai Asep sembari menunjuk daerah Bali, NTT dan wilayah lainnya untuk sasaran Vaksin AstraZaneca.

“Kan masyarakat non muslim jumlahnya sekitar 25 juta orang.Mereka saja divaksin AstraZeneca kalau vaksinnya terlanjur dibeli,” katanya.

Menurut Kiai Asep, para ulama NU seharusnya melindungi warga NU, umat Islam, dari unsur-unsur yang meragukan, bukan malah menghalalkan vaksin yang mengandung unsur babi. “Kan sudah jelas Alkhuruj minal khilaf mustahabbun,” katanya. Artinya, keluar dari khilaf dianjurkan. (mma)

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO