Ketiga, negara bangsa mengakui Islam sebagai “agama resmi”. Negara bangsa model ini juga ada 8 negara. Yaitu: 1, Aljazair, 2. Bangladesh, 3. Djibouti, 4. Komoro, 5. Malaysia, 6. Maroko, 7. Tunisia, 8. Yordania.
Keempat, negara bangsa yang konstitusinya menyebutkan bahwa syariat Islam menjadi sumber utama atau sumber satu-satunya pemberlakuan hukum dan undang-undang. Negara bangsa model ini ada 16 negara. Yaitu: 1. Afganistan, 2. Arab Saudi, 3. Bahrein, 4. Brunei, 5. Irak, 6. Iran, 7. Kuwait, 8. Libya, 9. Maladewa, 10. Muritania, 11. Mesir, 12. Oman, 13. Pakistan, 14. Qatar, 15. Somalia 16. Syiria.
Masih ada 3 negara yang “konstitusi Islam” belum terdeteksi, yaitu Sudan, UEA dan Yaman. Jadi, jumlah negara bangsa yang sedang bergumul dengan problem posisi Islam dalam konstitusi dan posisi syariaty Islam dalam hukum positif itu berjumlah 52 negara.
Sampai saat ini, jumlah negara memilih memposisikan Islam sebagai sumber nilai dan norma kebaikan dalam tata kelola managemen negara itu lebih besar dibandingkan yang memilih Islam sebagai dasar negara dan formalisasi syariat. Indonesia memilih model yang menjadikan Islam sebagai substansi, bukan formalisasi. (bersambung)
Prof Dr KH Imam Ghazali Said, MA adalah pengasuh Rubrik Tanya Jawab Islam di HARIAN BANGSA, dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa An-Nur Wonocolo Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News