Tafsir Al-Isra 11: Manusia, Tidak Sabaran

Tafsir Al-Isra 11: Manusia, Tidak Sabaran Ilustrasi

Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .  

Wayad’u al-insaanu bialsysyarri du’aa-ahu bialkhayri wakaana al-insaanu ‘ajuulaan (11).

"Wakaana al-insaanu ‘ajuulaan". Manusia, kalau punya mau, tidak sabaran. Maunya cepat-cepat tercapai. Semua persoalan harus cepat beres dan tuntas. Sisi lain, makna "‘ajula" menyiratkan ketidaktelitian, sehingga, meskipun cepat selesai, tapi ada yang kelewatan. Wong Jowo menyebutnya sebagai: "Kebat Keliwat". Tentu saja hasilnya tidak baik. Ayat senada juga ada, seperti al-Anbiya': 37.

Walhasil, namanya tergesa-gesa - pada umumnya - tidak baik, kecuali dalam keadaan emergensi atau peribadatan. Tapi pada perkara ini, lebih pas diistilahkan dengan "segera". Segera bertobat, segera ke masjid, segera menyelesaikan tugas dan jangan ditunda. Jadi beda, kalau tergesa-gesa itu namanya "isti'jal", kalau segera, namanya "mubadarah".

Tergesa-gesa yang menimbulkan kegagalan total, terhalang, dan tidak mendapat apa-apa, oleh fiqih - dicontohkan seorang istri muda yang tidak sabar menunggu kematian suaminya yang sudah tua dan kaya raya. Lalu dia membunuhnya agar segera mendapat warisan. Istri muda itu malah tidak mendapat warisan, karena dalam syari'ah islam, membunuh itu menghalangi pewarisan.

Shalat yang cepet-cepetan, meskipun kewajiban telah gugur, tapi tidak akan membekas di dalam jiwa. Shalat itu hambar, kurang menghasilkan power ruhiyah, potensi ketaqwaan yang mampu menangkal perbuatan maksiat. Siswa yang baik, dia mengerjakan soal dengan tenang, teliti, dibaca lagi, diteliti lagi, baru disetorkan ke meja pengawas ujian.

Orang bijak menasihati, bahwa kita harus tenang, setidaknya di dua tempat. Pertama, di meja makan dan kedua di ranjang tidur. Makanlah yang tenang dan santai. Makanya, agama mengajarkan agar duduk manis dan baca-baca lebih dahulu, kayak pemanasan dalam olah raga, di mana jiwa dan raga dipersiapkan lebih dulu.

Lalu, disunnahkan memperbanyak kunyahan dan mempersedikit suapan, sendokan. Jelas berdampak bagus pada kesehatan pencernaan. Ketika makan bersama tamu, dianjurkan ngobrol ringan agar suasana makin ramah dan familier. Tentu menambah senangnya tamu, merasa diterima bak keluarga sendiri.

Kedua, tenang di ranjang tidur. Meskipun semua kesempatan mutlak di tangan anda, semua layanan seksual sudah dihidangkan hanya untuk anda, tapi apa yang mesti anda lakukan? Jawabnya, harus tenang dan jangan tergesa-gesa. Itulah sebabnya, maka agama memerintahkan kita melakukan pemanasan seksual lebih dulu, beradegan ringan dan santai, bercumbu, termasuk guyon cekikikan.

Tidak dibenarkan langsung tancap gas, lalu selesai. Jika hanya sang suami saja yang sudah terpenuhi hasrat beiologisnya, sementara si istri belum karena tergesa-gesa tadi, maka itu perbuatan zalim, egois, dan mau puas sendiri. Sungguh menegcewakan dan berdosa. Hal demikian, karena hubungan suami istri adalah hajat bersama, bukan hajat sepihak.

Mohon maaf, itulah sebabnya, jika si suami keprucut dan keluar air mani duluan, sementara si istri belum, maka disunnahkan tidak cepat ditarik. Biarkan sang burung tetap berada di dalam agar istri memanfaatkan yang tersisa hingga hajatnya sama-sama terpenuhi. Islam, sungguh agama rahmah.

Sama dengan pendidikan terhadap anak kecil. Banyak orang tua yang egois, ingin anaknya pintar, segera bisa ini dan itu. Mungkin bisa, tapi kasihan, karena energinya terkuras secara zalim. Haknya bermain terampas. Biasanya, kalau gede nanti ndablek. Buah yang matang di pohon jauh lebih lezat ketimbang yang matang karbitan. Sekali lagi, jangan tergesa-tegesa. "fala tasta'jiluh..".

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO