"Masyarakat di sana bebas beraktivitas di pasar, membeli kebutuhan dengan berjubel tanpa menjalankan protap kesehatan. Anehnya, tak ada penindakan dari tim Satgas Pencegahan COVID-19, termasuk pemerintahan desa (pemdes) setempat," ungkapnya.
Padahal, lanjut Aris, Kecamatan Driyorejo selain masuk zona merah, juga masuk wilayah PSBB. Dari 36 warga Gresik yang positif COVID-19, 5 di antaranya berasal dari Kecamatan Driyorejo.
"Kenapa aktivitas warga di sana sangat leluasa tanpa pengawasan. Lalu buat apa penerapan PSBB?," cetusnya.
"Kami memastikan bahwa meningkatnya jumlah warga terpapar COVID-19 karena lemahnya pengawasan dan penindakan dalam penerapan PSBB," katanya.
Padahal, masih kata, Aris gelontoran anggaran baik dari APBD I (Pemprov Jatim) dan APBD II (Kabupaten Gresik) untuk penanganan dan pencegahan COVID-19 sangat besar. "Kan dari Provinsi ada anggaran Rp 22 miliar, kemudian APBD Gresik ada anggaran 298 miliar, yang 210 miliar untuk bantuan langsung tunai (BLT), sedangkan sisanya untuk penanganan pencegahan," pungkasnya. (hud/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News